KONSEP HAM DALAM UUD 1945 (MODUL 5) KONSEP DAN PRAKTIK DEMOKRASI SERTA PENDIDIKAN DEMOKRASI (MODUL 7)
KONSEP HAM
DALAM UUD 1945 (MODUL 5)
KONSEP DAN
PRAKTIK DEMOKRASI
SERTA PENDIDIKAN DEMOKRASI (MODUL 7)
MAKALAH
Untuk memenuhi matakuliah
Pembelajaran PKn di SD
yang dibina oleh Ibu Kholida Rodliana S.E, M.Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Siska Saraswati (837359606)
Vivin Nur Hatsanah (837359423)
Ratri
Agustina (837364679)
Nina Nugraha Ningrum (837364314)
UPBJJ-UT SURABAYA
Oktober 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini isu
mengenai HAM telah menjadi perhatian dunia, bahkan tidak jarang suatu negara
dalam memberikan bantuan atau kenijakan lainnya dikaitkan dengan pelaksanaan
HAM. Sejumlah negara maju mencanangkan HAM sebagai bagian dari program
nasionalnya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menjadikan HAM sebagai salah
satu agenda yang perlu ditangani secara serius. Penghormatan terhadap HAM telah
menjadi ukuran bagi diakuinya suatu pemerintahan. Pemerintah suatu negara yang
tidak menghargai HAM mendapat kecaman bahkan bisa dikucilkan dari pergaulan
internasional. Untuk mengetahui konsep dan kemajuan HAM dalam konteks demokrasi di Indonesia,
penulis menyusun makalah yang berjudul “Konsep
HAM dalam UUD 1945, Konsep dan Praktik Demokrasi serta
Pendidikan Demokrasi”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari HAM?
2. Bagaimana perwujudan HAM dalam UUD 1945?
3. Bagaimana kasus-kasus yang berkaitan
dengan HAM?
4. Apa
pengertian dari konsep demokrasi?
5. Apa
pengertian dari pendidikan demokrasi?
6.
Apa yang dimaksud
dengan Sekolah sebagai Laboratorium Demokrasi?
C. TUJUAN
1. Untuk
mengetahui pengertian HAM.
2. Untuk
mengetahui perwujudan HAM dalam UUD
1945.
3. Untuk
mengetahui kasus-kasus yang
berkaitan dengan HAM.
4. Untuk
mengetahui konsep demokrasi.
5. Untuk
mengetahui pendidikan demokrasi.
6. Untuk mengetahui Sekolah sebagai
Laboratorium Demokrasi.
D. MANFAAT
Manfaat dari penulisan makalah ini
ialah dapat memberikan informasi
kepada pembaca tentang konsep HAM dan demokrasi. Selain itu agar
nantinya mampu dijadikan refleksi terhadap praktik penghormatan HAM dan demokrasi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
HAM
Deklarasi
Universal HAM (universal Declaration of Human Right) yang dicetuskan pada
tanggal 10 Desember 1948 telah merumuskan pengertian HAM, yaitu pengakuan akan
martabat dan harkat manusia yang menyatu dalam diri setiap manusia yang
meliputi kebebasan, keadilan, dan perdamaian dunia.
Undang
– undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, khususnya dalam Pasal 1 ayat 1
menyatakan HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerahNya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hak asasi adalah hak dasar yang
dimiliki oleh setiap manusia yang telah diperoleh dan dibawa bersamaan dengan
kelahirannya di masyarakat. Adapun hak dasar yang bersifat universal adalah hak
hidup, hak merdeka, dan hak umtuk mendapatkan kebahagiaan.
Kharakteristik
dan nilai – nilai dasar HAM meliputi Kodrat, Hakiki, Universal, Tidak dapat
dicabut, dan tidak dapat dibagi. Nilai utama yang terkandung dalam HAM :
1.
Kebebasan
atau Kemerdekaan
Manusia
dilahirkan dalam keadaan merdeka. Oleh karena itu, menjadi harapan setiap manusia
dalam menjalani hidupnya dalam keadaan merdeka atau bebas.
2.
Kemanusiaan/
Perdamaian
Manusia dalam
menjalani kehidupannya sangat mendambakan ketentraman, bebas dari rasa takut,
terjamin keamanannya dan senantiasa dalam suasana yang damai.
3.
Keadilan/Kesederajatan/Persamaan
Manusia dalam
hidupnya menginginkan diperlakukan secara wajar dan adil, mendapatkan
kesempatan yang sama dalm memperoleh hak. Tidak dibeda – bedakan antara manusia
yang satu dengan yang lainnya dengan alasan apa pun.
B. HAM DALAM UNDANG-UNDANG
DASAR 1945
Semua orang yang lahir ke dunia pada dasarnya
diciptakan dengan tidak ada perbedaan dan memiliki berbagai hak yang bersifat
alamiah, dalam arti tidak dapat dilepaskan atau melekat ada diri setiap
manusia. Hak alamiah tersebut meliputi hak atas hidup, hak kemerdekaan, hak
milik dan hak kebahagiaan. Jaminan HAM, khususnya di Indonesia berdasarkan UUD
1945 hasil amandemen IV, mendapat perhatian yang sangat besar dari para
pengambil keputusan di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Hal ini terbukti
dicantumkannya secara eksplisit masalah HAM, yaitu pada bab XA dengan judul HAM
yang terdiri atas 10 pasal (diberi label Pasal 28A s.d 28J) dan 24 ayat.
Rumusan lainnya terdapat dalam Pasal 27 (3 ayat), kemudian Bab XI Pasal 29 (2
ayat), Bab XII Pasal 30, Bab XIII Pasal 31, pasal 32, Bab XIV Pasal 33 dan
Pasal 34.
HAM yang dijamin dalam UUD 1945 tidak hanya terbatas
pada apa yang terdapat pada pasal-pasalnya, akan tetapi juga terdapat dalam
Pembukaan dan penjelasannya. Alinea pertama secara jelas menyatakan, bahwa
kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan alinea keempat tentang rumusan dasar
negara Pancasila. Dalam UU No. 39 Tahun 1999 tampak jaminan HAM lebih
terperinci lagi. Hal itu terlihat dari jumlah bab dan pasal-pasal yang
dikandungnya relatif banyak, yaitu terdiri atas XI bab dan 106 pasal. Apabila
dicermati jaminan HAM dalam UUD 1945 dan penjabarannya dalam UU No.39 Tahun
1999, secara garis besar meliputi: hak untuk hidup, hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak
atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut
serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak.
Beberapa aturan lain yang membahas HAM yaitu UU RI No.
7 Tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan segala bentuk
diskriminasi terhadap perempuan. Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang
Pengesahan Konvensi tentang Hak-hak Anak (Convention
on the Rights of the Child). Majelis Umum PBB dalam sidang ke-44 berhasil
menyepakati Resolusi MU PBB No. 44/25 pada tanggal 5 Desember 1989 tentang Convention on the Rights of the Child.
PBB secara khusus memiliki organisasi berkenaan dengan anak-anak yaitu UNICEF.
UU RI No. 8 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan
Martabat Manusia. UU RI No. 20 Tahun 1999 tentang ratifikasi Konvensi ILO 138
tentang Batasan Usia Kerja. UU RI No. 1
Tahun 2000 tentang ratifikasi Konvensi ILO 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan
Segera untuk Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. Selain
itu, Indonesia juga telah mempunyai instrumen formal yang bertugas mengayomi
dan melindungi serta menegakkan HAM yang terbentuk pada tanggal 7 Juni 1993
melalui Keputusan Presiden, yaitu Komisi Nasional HAM.
C. KASUS-KASUS YANG
BERKAITAN DENGAN HAM
Untuk
melihat kasus – kasus pelanggaran HAM di Indonesia, berarti perlu dipahami
lebih dahulu tentang ciri – ciri pelaksanaan HAM untuk dapat menilai apakah
telah terjadi pelaksanaan jaminan HAM atau belum. Jika belumberarti ada sesuatu
pelanggaran. Untuk menilai apakah telah terjadi pealanggaran, diperlukan ukuran
dan fakta – fakta kasus pelanggaran dan faktor penyebabnya.
Lukman
Soetrisno (Paul S. Baut, 1989: 227) mengajukan ciri – ciri bahwa suatu
pembangunan telah melaksanakan HAM apabila telah menunjukan ciri – ciri sebagai
berikut:
1.
Dalam
bidang politik berupa kemauan pemerintah dan masyarakat untuk mengakui
pluralisme pendapat dan kepentingan dalam masyarakat
2.
Dalam
bidang sosial berupa ditandai dengan adanya perlakuan yang sama antara wong
cilik dengan kaum priyayi dan adanya rasa toleransi dalam masyarakat terhadap
perbedaan atau latar belakang agama dan ras warga negara Indonesia.
3.
Dalam
bidang ekonomi yaitu dengan tidak adanya monopoli sistem ekonomi yang berlaku.
Pemerintah
saat ini secara sungguh – sungguh telah dan sedang berupaya untuk memenuhi,
memajukan, melindungi dan menegakkan HAM, namun sampai saat ini masih sering
terjadi tindak pelanggaran HAM. Ini menandakan bahwa belum semua orang
menyadari akan hakikat dan makna yang ada dalam pelaksanaan HAM. Banyak orang
mengira, bahwa hak asasi hanya berfungsi individual padahal hak asasi
sesungguhnya berfungsi sosial. Selain itu disebabkan karena HAM dipahami sebagi
kebebasan tanpa batas. Padahal inti yang paling hakiki dari prinsip HAM adalah
mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang mulia. Dengan kata
lain pelaksanaan HAM dibatasi oleh peraturan perundang – undangan. Hal tersebut
diatur dalam UU RI No 39 tahun 1999
tentan HAM yaitu Pasal 2 ayat (1 dan 2), Pasal 6 ayat (1), Pasal 8, Pasal 76
tentang Komnas HAM, Pasal 89 pelaksanaan fungsi Komnas HAM. Selain itu Kepres
No 181 Tahun 1998 tentang Komnas HAM anti kekerasan perempuan.
Dalam
upaya mengawasi dan mengontrol penegakan HAM masyarakat, dengan melalui
pembentukan Lembaga HAM, seperti; LSM, NGO, YLBHI, Elsam dll. Upaya untuk
menegakkan HAM dibuktikan dengan diadakannya peradilan Adhoc bagi para
pelanggar HAM, apakah dari kalangan militer maupun sipil. Pengadilan HAM adalah
pengadilan yang khusus terhadap pelanggaran HAM yang berat. Pelanggaran HAM
yang berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Selain
itu adanya pengadilan HAM Ad Hoc, yaitu pengadilan yang memeriksa, mengadili,
dan memutus pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum berlakunya UU No 26
Tahun 2000. Dengan demikian pengadilan HAM berlaku surut dan retroaktif. Karena
pelanggaran HAM yang berat mempunyai sifat khusus dan tergolong kejahatan luar
biasa, oleh karena itu Pasal 28 ayat (2) UUD 1945 dan hukum internasional
menentukan bahwa dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang berat dengan
menerapkan asas retroaktif.
D. KONSEP DEMOKRASI
Demokrasi
berasal dari sebuah kata dalam bahasa
Indonesia yang berasal dari bahasa
Inggris “democracy” yang diserap dari dua kata bahasa Yunani “demos dan
kratos”. Demos berarti rakyat. Jadi demokrasi berarti berarti rakyat berkuasa
atau “goverment or rule by the pople” (Budiardjo, 1992:50).
Demokrasi
adalah negara dengan prinsip pemerintahannya yang ditandai oleh adanya
partisipasi warga negara yanga sudah dewasa ikut berpartisipasi dalam
pemerintahannya melalui wakilnya yang dipilih atau biasa disebut Rule Of Law. Demokrasi
dipandang sebagai kerangka berfikir dalam melakukan pengaturan urusan umum atas
dasar prinsip dari, oleh dan untuk rakyat diterima baik sebagai ide, norma,
sistem sosial maupuan sebagai wawasan, sikap, perilaku individual yang secara
konstektual diwujudkan, dipelihara dan dilembagakan.
Winataputra
(2001) mengatakan demokrasi dilihat sebagai konsep yang bersifat
multidimensional, secara filosofis demokrasi sebagai ide, norma, prinsip,
secara sosiologis sebagai sistem sosial dan secara psikologis sebagai wawasan
sikap dan perilaku individu dalam hidup bermasyarakat. Dinamika perkembangan
demokrasi di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
dengan merujuk kepada konstitusi yang pernah dan sedang berlaku yaitu UUD 1945,
Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950. Perkembangan pemerintahan Indonesia yang
berkaitan dengan konstitusi yang pernah dan sedang berlaku adalah kabinet
presidensial dan parlementer. Pernah pula seiring berkembangannya zaman berlaku
pula di Indonesia demokrasi terpimpin (Orde Lama) dan Demokrasi Pancasila (Orde
Baru). Kemudian muncul era reformasi yang ditandai dengan keterbukaanya dalam
kehidupan berdemokrasi seolah-olah bebas segala-galanya. Sampai saat ini
demokrasi indonesia sedang dibangun dan disempurnakan sesuai dengan amanat
konstitusi.
Selain
itu menurut Torres (198:145-146) dalam Winataputra, (2001:54) mengemukakan
bahwa demokrasi dapat dilihat dari tiga tradisi pemikiran politik, yaitu
clasical aristotelian theory, medieval theory dan contemporary theory. Namun
Torres lebih condong melihat demokrasi dalam dua aspek yaitu Aspek formal
democracy dan aspek substantive democracy, sedangkan substantive democracy
menunjuk pada proses demokrasi yang diidentifikasi dalam empat bentuk yaitu
protective democracy, developmental democracy, equilibrium democracy dan participatory
democracy.
E. PENDIDIKAN DEMOKRASI
Suatu
negara yang menerapkan sistem demokrasi dimanapun berada pada dasarnya untuk
melindungi hak-hak warga negara dan secara tidak langsung menginginkan warga
negara memiliki wawasan. Menurut Gondal da Finn (1992) demokrasi tidak bisa
mengajarkan sendiri, apabila kekuatan, kemanfatan dan tanggung jawab demokrasi
tidak dipahami dan dihayati dengan baik oleh warga negara sukar diharapkan
mereka mau berjuang untuk mempertahankannya. Sedangkan menurut Thomas Jefferson
peengetahuan, skill, perilaku warga negara yang demokrasi tidak akan terjadi
dengan sendirinya, tetapi harus diajarkan kepada generasi penerus.
Pandangan
di atas memberikan implikasi bahwa pendidikan demokrasi sangat diperlukan agar
warga negara mengerti, menghargai kesempatan dan tanggung jawab sebagai warga
negara yang demokrasi. Menurut Gandal dan Finn (1992) mengatakan pendidikan
bukan hanya sekadar memberikan pengetahuan dan praktik demokrasi tetapi juga
menghasilkan warga negara yang teguh, mandiri, memiliki sikap selalu ingin tahu
dan berpandangan jauh ke depan. Dengan kata lain pendidikan demokrasi yang baik
adalah bagian yang baik dari pendidikan secara umum. Berkenaan dengan hal
tersebut munculah 4 bentuk alternatif yang dikemukan oleh Gandal and Finn
(1992) antara lain :
a.
Landasan dan
bentuk-bentuk demokrasi
b.
Bagaimana ide demokrasi
c.
Adanya kurikulum yang
dapat menjawab persoalan apakah kekuatan dan kelemahan demokrasi.
d.
Tersedianya kesempatan
untuk memahami kondisi demokrasi dalam berbagai konteks serta kegiatan
ekstrakulikuler yang bernuansa demokrasi dan menjadikan sekolah sebagai
lingkungan yang demokrasi dan penglibatan siswa dalam kegiatan masyarakat.
Dalam
Kepustakaan asing Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) disebut Civic Education yang
batasannya ialah seluruh kegiatan sekolah, rumah dan masyarakat yang dapat
menumbuhkan demokrasi (Soemantri, 2001). Dengan kata lain bahwa PKn merupakan
pendidikan demokrasi yang disusun melalui herarki atau tahapan tingkat
pengetahuan ilmu sosial,yaitu fakta, generalisasi dan teori hukum sehingga
membentuk ide fundamental ilmu kewarganegaraan. Dalam UU Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Pasal 37 ayat 1 menjelaskan bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan yang dimaksud untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
F. SEKOLAH SEBAGAI
LABORATORIUM DEMOKRASI
Dalam proses pembelajaran di kelas dan di luar kelas dalam lingkungan sekolah harus
menggambarkan suasana demokratis. Sekolah
sebagai bagian integral dari masyarakat perlu dikembangkan sebagai pusat
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat, yang mampu memberi
keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran demokratis.
Situasi
sekolah dan kelas dikembangkan demikian rupa sebagai democatic laboratory atau lab
demokrasi dengan lingkungan sekolah/kampus yang diperlakukan sebagai micro cosmos of democracy atau
lingkungan kehidupan yang demokratis yang bersifat open global classroom atau sebagai kelas global yang terbuka.
Dengan cara itu akan memungkinkan siswa dapat belajar demokratis dalam situasi
yang demokratis dan untuk tujuan melatih diri sebagai warga negara yang
demokratis dan membangun kehidupan yang lebih demokratis. Itulah makna dari
konsep “learning democracy, in
democracy, and for democracy” belajar tentang demokrasi, dalam situasi yang
demokratis, dan untuk membangun kehidupan demokratis.
1. Strategi
Umum Pengembangan Warga Negara yang Demokratis di Lingkungan Sekolah.
Strategi
dapat diartikan sebagai serangkaian langkah yang di pilih untuk mencapai tujuan
dan target (a way of achieving target).
Ada beberapa model pengembangan sikap demokratis dan bertanggung jawab adalah Pertemuan
Kelas Berita Baru, Cambuk Bersiklus, Waktu untuk Penghargaan, Waktu untuk yang
Terhormat, Pertemuan Perumusan Tujuan, Pertemuan Legislasi, Pertemuan Evaluasi
Aturan, Pertemuan Perumusan langkah Kegiatan, Pertemuan Refleksi Belajar, Pertemuan
Pemecahan Masalah, Pertemuan Isu Akademis, Pertemuan Perbaikan Kelas, Pertemuan
Tindak Lanjut, Pertemuan Perencanaan, Pertemuan Pengembangan konsep, Pembahasan
Situasi Pelik, Kotak Saran, dan Pertemuan dalam Pertemuan.
2. Fungsi
dan Peran Sekolah dalam mengembangkan Warga Negara yang demokratis.
Sekolah
sebagai organisasi mempunyai struktur dan kultur. Sebagai bagian dari struktur
birokrasi pendidikan SD merupakan satuan pendidikan dalam lingkungan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota yang pembinannya langsung di bawah Dinas Pendidikan. Sekolah merupakan satuan
pendidikan yang terdapat komunitas yang terdiri atas pendidik, peserta didik,
dan tenaga kependidikan. Secara sosial-kultural sekolah merupakan komunitas
yang memiliki budaya, yakni budaya sekolah atau school culture.
Dalam
kesisteman sekolah diperlukan mekanisme dan kerja sama internal dalam
organisasi sekolah, yaitu kepala Sekolah, dewan guru, peserta didik, pegawai
tata usaha, sarana dan prasarana, fasilitas, lingkungan, organisasi kesiswaan
dan antara organisasi sekolah dengan komite sekolah.
3. Mekanisme
kerja dalam Konteks kesisteman sekolah
Sekolah
sebagai lembaga penyelenggara pendidikan dan harus memberdayakan seluruh
komponen-komponen yang terkait dengan struktur organisasi sekolah, yaitu
sebagai berikut : Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Tata Usaha, Dewan Guru,
Unit Laboratorium, Unit perpustakaan, Osis, dan Komite Sekolah
Secara psikopedagogis seluruh unsur yang ada di
lingkungan sekolah, terutama guru dan kepala sekolah harus menjadi fasilitator
utama dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional, termasuk di dalamnya
mengembangkan warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
BAB II
PENUTUP
HAM merupakan
pengakuan akan martabat dan harkat manusia yang menyatu dalam diri setiap
manusia yang meliputi kebebasan, keadilan, dan perdamaian dunia. Perwujudan HAM
dalam UUD 1945 yaitu pada bab XA dengan judul HAM yang terdiri atas 10
pasal (diberi label Pasal 28A s.d 28J) dan 24 ayat. Rumusan lainnya terdapat
dalam Pasal 27 (3 ayat), kemudian Bab XI Pasal 29 (2 ayat), Bab XII Pasal 30,
Bab XIII Pasal 31, pasal 32, Bab XIV Pasal 33 dan Pasal 34.
Demokrasi berasal dari sebuah
kata dalam bahasa Indonesia yang
berasal dari bahasa Inggris “democracy” yang diserap dari dua kata
bahasa Yunani “demos dan kratos”. Demos berarti rakyat. Jadi demokrasi berarti
berarti rakyat berkuasa atau “goverment or rule by the pople” (Budiardjo,
1992:50). Menurut Gandal dan Finn
(1992) mengatakan pendidikan bukan hanya sekadar memberikan pengetahuan dan
praktik demokrasi tetapi juga menghasilkan warga negara yang teguh, mandiri,
memiliki sikap selalu ingin tahu dan berpandangan jauh ke depan. Sekolah sebagai bagian integral dari
masyarakat perlu di kembangkan sebagai pusat pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik sepanjang hayat, yang mampu memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran
demokratis.