Pak Guru oh Pak Guru I Cerita Pendek Inspiratif 2019 I Kanjeng Mariyadhies Ngawi
Kanjeng Mariyadi |
Pak Guru oh Pak Guru
Di suatu kampung nelayan, sesosok Bapak Guru
Muda yang baru saja hadir dari kota demikian itu bersemangat membentuk
murid-muridnya terpelajar dan mempunyai disiplin yang tinggi. Pada saat pertama
kali bertatap muka, Sang Guru Muda mulai mempersembahkan sejumlah hukum
kedisiplinan siswa.
“Anak-buah hati bapak yang bagus, bapak
sungguh-sungguh gembira dapat membina kalian di sini. Bapak harap, kita
semuanya sama-sama kapabel melaksanakan aktifitas belajar dengan bagus ke
depannya. Oleh sebab itu, mulai kini tak boleh ada lagi yang telat. Bapak
bahkan tak berharap mendapati kalian berangkat sekolah dengan penampilan kacau,
dan kalian harus memberesi rambut serta kuku-kuku kalian. Jangan ada rambut
yang panjang khususnya lagi kuku. Besok pagi Bapak akan mengecek satu persatu”.
Dikeesokan harinya, Guru hal yang demikian
bahkan hadir pagi pagi sekali. Ia berharap memperhatikan kesungguhan siswanya
hal yang demikian mencontoh perintahnya. Anak-buah hati bahkan hadir satu per
satu dengan pas waktu, perasaan pak Guru bahkan gembira, “Sungguh hebat murid
murid aku”, ucapnya di dalam hati.
Setibanya ia menjelang ruangan kelas, mata
Pak Guru Muda itu menatap rambut-rambut siswa. Lagi-lagi ia gembira, sebab para
murid mematuhi perintahnya. Ia membayangkan betapa nikmatnya mengajarkan buah
hati-buah hati yang berharap mendengarkan kata-katanya, “Anak-buah hati hebat”
ujarnya.
Lalu pandangan pak Guru berganti ke arah
kuku-kuku masing masing muridnya. Ia bahkan kaget sebab menemukan 75% siswanya
tak memotong kuku. Mukanya menjadi mengesut, terlihat tanda kekesalan yang
keluar dari matanya.
“ Para Murid-muridku, kalian menyimak tak
apa yang bapak bilang kemarin kan?”
“Iya, Pak” jawab buah hati-buah hati secara
beriringan dan kompak.
“Bapak bilang apa?”
“Bapak bilang kami harus belajar disiplin,
hadir dengan pas waktu. Berpakaian sopan dan rapi serta potong kuku dan rambut”
Jawab para murid-murid.
“Bapak gembira kalian telah memperhatikan
bapak, kalian telah rapi, hadir pas waktu, dan telah ada yang menggunting
rambut. Tapi mengapa tak sekaligus kamu seluruh memotong kuku? mengapa kalian
menurutinya dengan setengah hati?.”
Diantara salah satu siswa yang berada di
kursi paling depan mengacungkan jari telunjuknya seraya bilang “Apabila aku
diperkenankan mewakili teman-teman, Pak Guru. Kami seluruh bersedia dan
berharap untuk mematuhi Pak Guru, datang pas waktu, memotong kuku dan rambut.
Akan melainkan yang terakhir kami tak dapat
melakukannya Pak Guru. Kami seluruh adalah buah hati-buah hati nelayan, habis
pulang sekolah, kami terbiasa membantu orang tua kami untuk mengupas kulit
kerang. Apabila kami memotong kuku kami, maka kami tak dapat kembali membantu
orang tua kami.” Guru Muda hal yang demikian kaget, Ucapan yang baru saja ia
dengar menyadarkan dirinya mengenai hal baru.
Menjalankan profesi sebagai guru tidaklah
sesuatu yang ringan. Guru tidaklah termasuk sosok pemahat patung yang dengan
gampangnya memahat kayu jadi karya yang cantik. Guru pula bukanlah file
komputer yang konsisten secara berulang ulang meng-copy paste seluruh memori
buat dipindahkan ke otak murid-murid.
Untuk melaksanakan profesinya, Guru tak lagi
berhadapan dengan barang kosong yang mengisinya dengan sesuka hati. Tapi yang
ia hadapi adalah buah hati manusia yang mempunyai perasaan, emosi, perasaan
serta pengalaman dunia yang beraneka variasi.
Dengan demikian, disamping sungguh sungguh
ahli dalam pengaturan pelajaran dan cekatan berkomunikasi. Guru harus punya
sensitifitas sosial atas apa yang dialami murid. Di lapangan, kadang kadang tak
cocok dengan teori yang dipelajari saat “belajar di kampus”. Pada situasi hal
yang demikian, Guru harus kapabel menanggalkan teori yang umum dan berbuat
dengan sistem yang baru.
Di sinilah perlu kebijakan sesosok guru,
kesanggupan yang dapat menimbang antara melaksanakan prinsip umum atau mengalah
dengan memperhatikan situasi yang beraneka dan tak cocok. Sepatutnya Seorang
guru mengetahui, apabila di dunia ini ada banyak jalan untuk meraih cita-cita.
Banyak pengertian yang berganti, pada daerah
dan situasi yang tak sama. mengaplikasikan paksaan terhadap para murid agar
berfikir dengan satu pola yang hanya akan mengurung kreativitas mereka untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan. Diinginkan yang walaupun berlawanan dengan
prinsip pengetahuan. Diawali pendidikan Indonesia waktu demi waktu menjadi
bertambah dan kian bagus.
Baca Juga :