Penelitian Tindakan Sekolah PTS
Kegiatan Diklat Kepemimpinan dan Manajerial Bagi Kepala Sekolah 2018 |
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kepala sekolah sebagai administrator memegang kunci bagi perbaikan dai
kemajuan sekolah. Ia harus mampu memimpin dan menjalankan peranannya agar
segala kegiatan terkendali dan terarah dalam usaha inovasi dan mencoba ide-ide
baru dan praktek-praktek baru dalam bentuk manajemen kelas yang lebih efektif
dan efisien. Kepala sekolah sebagai administrator pendidikan bertanggung jawab
penuh dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolahnya Oleh karena itu
untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, kepala sekolah hendaknya
memahami, menguasai dan mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan
fungsinya sebagai administrator pendidikan. Lebih jauh lagi dari manajemen
kepemimpinan kepala sekolah diharapkan dapat meningkatkan kinerja para guru,
siswa dan komponen pendidikan lainnya.
Paradigma pendidikan yang memberikan kewenangan luas kepada sekolah dalam
mengembangkan berbagai potensinya memerlukan peningkatan kemampuan kepala
sekolah dalam berbagai aspek manajerialnya, agar dapat mencapai tujuan sesuai
dengan visi dan misi yang diemban sekolahnya. Berdasarkan hal tersebut, maka
sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Sedang sifat unik,
menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang
tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lain. Ciri-ciri yang menempatkan
sekolah memiliki karakter tersendiri yaitu terjadinya proses belajar mengajar
dan tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia.
Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai
organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi dan keberhasilan sekolah
adalah keberhasilan kepala sekolah. Kepala sekolah yang berhasil adalah mereka
yang memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik,
serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi
tanggung jawab untuk memimpin sekolah.
Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah
seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Bahkan lebih
jauh studi tersebut menyimpulkan bahwa "keberhasilan sekolah adalah
keberhasilan kepala sekolah". Beberapa di antara kepala sekolah dilukiskan
sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi para staf dan para siswa, kepala
sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka yang
menentukan irama bagi sekolah mereka.
Berdasarkan keterangan tersebut menunjukkan betapa penting peranan kepala
sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah mencapai tujuan. Ada dua hal yang
perlu diperhatikan dalam peranan kepala sekolah yaitu sebagai berikut.
1. Kepala sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang
menjadi kekuatan penggerak kehidupan sekolah.
2. Kepala sekolah harus memahami tugas dan fungsi mereka (para
tenaga pendidik) demi keberhasilan sekolah, serta memiliki kepedulian kepada
staf dan siswa.
Kenyataan menunjukkan bahwa hasil penelitian Bank Dunia menemukan bahwa
banyak kepala sekolah yang tidak memiliki kualifikasi memadai, baik kompetensi
profesional maupun kemampuan manajerial terlebih lagi dalam dimensi
kepemimpinannya. Keterangan ini menunjukkan penting dan menariknya masalah ini
diteliti. Alasan menariknya adalah karena, salah satu sebabnya ketiadaan
kualifikasi yang memadai bagi kepala sekolah adalah akibat kurang atau tidak
memiliki otonomi dalam menjalankan sekolah terutama mengalokasikan sumber daya
yang tersedia. Indikatornya, pertama, bersifat sentralistik yaitu segala
sesuatu yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat
oleh pemerintah pusat. Kedua, segalanya ditetapkan berdasarkan dari pusat
sehingga tidak memberi peluang bagi kepala sekolah, guru dan peserta didik
untuk melakukan inovasi dan improvisasi di sekolah, berkaitan dengan masalah
kurikulum, pembelajaran, manajerial dan sebagainya. Ketiga, tidak diberikannya
kebebasan dan kekuasaan yang besar kepada kepala sekolah beserta seperangkat
tanggung jawab dalam mengelola sumber daya.
Bersamaan dengan hasil penelitian Bank Dunia, kenyataan pun menunjukkan
bahwa ada berbagai isu tentang rendahnya kualitas pendidikan pada berbagai
jenjang satuan pendidikan dan hal itu seyogyanya diterima dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan. Meskipun masih diperlukan pengkajian dari
berbagai pihak terkait dalam menentukan kebenarannya, namun dibandingkan dengan
negara-negara lain peringkat pendidikan di Indonesia masih berada pada
peringkat bawah. Usaha bersama antar berbagai komponen pendidikan dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan perlu direalisasikan dalam persaingan era
globalisasi. Sejalan dengan itu, Departemen Pendidikan Nasional
mengidentifikasikan terdapat empat permasalahan utama yang dihadapi dunia
pendidikan di Indonesia yaitu : (1) efisiensi, (2) relevansi, (3) kualitas
pendidikan yang rendah, dan (4) manajemen.
Sesuai dengan ciri-ciri sekolah sebagai organisasi yang bersifat kompleks
dan unik, maka tugas dan fungsi kepala sekolah seharusnya dilihat dari berbagai
sudut pandang. Dari sisi tertentu kepala sekolah dapat dipandang sebagai
pejabat formal, sedang dari sisi lain dapat berperan sebagai manajer, sebagai
pemimpin, sebagai pendidik dan yang tidak kalah penting seorang kepala sekolah
juga berperan sebagai staf.
Kepala sekolah mempunyai peran dan fungsi yang sangat penting dalam rangka
menerapkan kualitas sekolah dan sekaligus dalam manajemen peningkatan mutu
pembelajaran, karena gerak langkah sebuah organisasi sekolah dikendalikan oleh
seorang kepala sekolah. Mutu dalam hal ini berkaitan dengan pelatihan dan
peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan
sarana dan prasarana pendidikan. Namun demikian, berbagai indikator peningkatan
mutu pembelajaran belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah,
terutama di kota¬kota menunjukkan peningkatan mutu pembelajaran yang cukup
menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan. Berbagai
pihak mempertanyakan mutu pembelajaran dan apa yang kurang dari peranan kepala
sekolah dalam manajemen peningkatan mutu pembelajaran. Padahal sekolah
merupakan satuan pendidikan yang paling penting keberadaannya. Setiap orang
mengakui bahwa tanpa menyelesaikan pendidikan, terutama pendidikan pada sekolah
dasar atau yang sederajat maka secara formal seseorang tidak mungkin dapat
mengikuti pendidikan di SMP. Apabila didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 1990, khususnya Pasal 3, paling tidak ada dua fungsi sekolah dasar.
Pertama, melalui sekolah dasar anak didik dibekali kemampuan dasar. Kedua,
sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang memberikan dasar-dasar untuk
mengikuti pendidikan pada jenjang berikutnya.
Kepala sekolah di SD Negeri Sekarjati 1 Kecamatan Karanganyar telah
memenuhi standar kepala sekolah/madrasah sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No.13 Tahun 2007 (Tentang Standar Kepala Sekolah) baik
kualifikasi umum maupun kualifikasi khusus serta memenuhi 5 (lima) standar
kompetensi, yaitu: kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi
kewirausahaan, kompetensi supervisi, kompetensi sosial.
Disamping itu kepala sekolah tersebut telah bekerja keras membanting
tulang. Namun demikian disisi lain dari pihak para guru belum menunjukkan
kinerja baik/maksimal.
Memperhatikan permasalahan sebagaimana tersebut di atas, maka tema
penelitian skripsi: "Kompetensi Manajerial Kepala sekolah dalam
Meningkatkan Kinerja Guru di SD Negeri Sekarjati 1 Kecamatan Karanganyar"
sangat menarik untuk ditinjak lanjuti.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan di atas, maka sebagai rumusan masalah adalah bgaimana
kepemimpinan kepala sekolah ditinjau dari kompetensi manajerial dalam
meningkatkan kinerja guru di SD Negeri Sekarjati 1 Kecamatan Karanganyar?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mndeskripsikan dan menganalisa kepemimpinan kepala sekolah ditinjau dari
kompetensi manajerial dalam meningkatkan kinerja guru di SD Negeri Sekarjati 1
Kecamatan KaranganyarAdapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Memberikan konstruksi bagi pengembangan ilmu manajemen pendidikan
khususnya kepemimpinan pendidikan
2. Secara praktis:
a. Sebagai bahan informasi terhadap SD Negeri Sekarjati 1
Kecamatan Karanganyar dalam melaksanakan manajemen kepemimpinan kepala sekolah
dalam meningkatkan kinerja guru.
b. Sebagai bahan informasi terhadap lembaga-lembaga lain
tentang pelaksanaan manajemen kepemimpinan.
c. Bagi kepala sekolah dan guru dapat dijadikan rujukan dalam
upaya mengembangkan kualitas dan kinerja dirinya di lembaga tempat bertugas.
BAB II
LANDASAN TEORI
LANDASAN TEORI
A. Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah
1. Pengertian dan
Fungsi Manajemen
Istilah manajemen memiliki banyak arti, bergantung pada orang yang
mengartikannya. Istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah
administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda;
pertama, mengartikan administrasi lebih luas daripada manajemen (manajemen
merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat manajemen lebih luas dari
pada administrasi; dan ketiga, pandangan yang menganggap bahwa manajemen
identik dengan administrasi. Dalam tulisan ini kata manajemen diartikan sama
dengan kata administrasi atau pengelolaan, meskipun kedua istilah tersebut
sering diartikan berbeda. Dalam berbagai kepentingan, pemakaian kedua istilah
tersebut sering digunakan secara bergantian, demikian halnya dalam berbagai
literatur, acapkali dipertukarkan. Berdasarkan fungsi pokoknya istilah
manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama. Karena itu, perbedaan
kedua istilah tersebut tidak konsisten dan tidak signifikan.
Secara etimologi, dalam bahasa Indonesia belum ada keseragaman mengenai
terjemahan terhadap istilah "management" hingga saat ini
terjemahannya sudah banyak dengan alasan-alasan tertentu seperti pembinaan,
pengurusan, pengelolaan ketatalaksanaan, manajemen dan management. Hal yang
sama dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:
a. Menurut M. Manullang bahwa istilah manajemen terjemahannya
dalam bahasa Indonesia, hingga saat ini belum ada keseragaman. Berbagai istilah
yang dipergunakan" seperti: ketatalaksanaan, manajemen, manajemen
pengurusan dan lain sebagainya.
b. Dalam Kamus Ekonomi, management berarti pengelolaan,
kadang¬kadang ketatalaksanaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, manajemen
berarti penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran.
Menurut terminologi, bahwa istilah manajemen hingga kini tidak ada standar
istilah yang disepakati. Istilah manajemen diberi banyak arti yang berbeda oleh
para ahli sesuai dengan titik berat fokus yang dianalisis. Hal ini dapat
dilihat sebagai berikut:
a.
Manajemen seperti dikemukakan George. R. Terry adalah
Management is a distinct process consisting of planning,
organizing, actuating, and controlling, performed to determine and accomplish
stated objectives by the use of human beings and other resources. (manajemen
merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan:
perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan, yang dilakukan
untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain).
b. Menurut E. Mulyasa manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang berkenan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun
tujuan jangka panjang.
Berdasarkan beberapa rumusan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa secara
umum manajemen dapat didefinisikan sebagai kemampuan atau keterampilan untuk
memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan tertentu melalui atau dengan
cara menggerakkan orang-orang lain.
Dalam proses pelaksanaannya, manajemen mempunyai tugas-tugas khusus yang
harus dilaksanakan. Tugas-tugas khusus itulah yang biasa disebut sebagai
fungsi-fungsi manajemen. Berkaitan dengan fungsi-fungsi manajemen ini, berikut
ini akan dipaparkan beberapa pendapat para ahli manajemen.
1.
George R. Terry (Disingkat POAC)
a) Planning (Perencanaan)
b) Organizing (Pengorganisasian)
c) Actuating (Penggerakan)
d) Controlling (Pengendalian).
2.
Koont O' Donnel and Niclender:
a) Planning (Perencanaan)
b) Organizing (Pengorganisasian)
c) Stafing (Penyusunan pegawai)
d) Directing (Pemberian bimbingan)
e)
Controlling (Pengendalian).
3. Newman
a) Planning (Perencanaan)
b) Organizing (Pengorganisasi)
c) Assembling (Perwakilan)
d) Resources (Penggalian sumber)
e) Directing (Pemberian bimbingan)
f) Controlling (Pengendalian).
4. Henri Fayol
a) Forecasting and Planning (Forkasting dan perencanaan)
b) Organizing (Pengorganisasian)
c) Commanding (Perintah)
d) Coordinating (Koordinasi)
e) Controlling (Pengawasan).
5. Herbert G. Hicks
a) Creating (Kreasi)
b) Planning (Perencanaan)
c) Organizing (Pengorganisasian)
d) Motivating (Motivasi)
e) Communicating (Komunikasi)
f) Controlling (Pengawasan).
6. Luther Culick (Disingkat POSDCORB)
a) Planning (Perencanaan)
b) Organizing (Pengorganisasian)
c) Stafing (Penyusunan pegawai)
d) Directing (Pemberian Bimbingan)
e) Coordinating (Pengkoordinasian)
f) Reporting (Pelaporan)
g) Budgeting (Penganggaran).
7. James A.F. Stoner
a) Planning (Perencanaan)
b) Organizing (Pengorganisasian)
c) Leading (Pemimpinan)
d) Controlling (Pengendalian).
8. Harold Koontz
a) Planning (Perencanaan)
b) Organizing (Pengorganisasian)
c) Stafing (Penyusunan pegawai)
d) Leading (Pemimpinan)
e) Controlling (Pengendalian).
9. Sondang P. Siagian
a) Planning (Perencanaan)
b) Organizing (Pengorganisasian)
c) Motivating (Pemberian motivasi)
d) Controlling (Pengendalian)
e) Evaluating (Penilaian).
Dalam konteksnya dengan manajemen pendidikan bahwa menurut E. Mulyasa
manajemen pendidikan merupakan proses pengembangan kegiatan kerjasama
sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses
pengendalian kegiatan kelompok tersebut mencakup perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengawasan
(controlling) sebagai suatu proses untuk menjadikan visi menjadi aksi.
Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral dan tidak dapat
dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Alasannya tanpa manajemen
tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif, dan
efisien. Konsep tersebut berlaku di sekolah yang memerlukan manajemen yang
efektif dan efisien. kerangka inilah tumbuh kesadaran akan pentingnya
manajemen, yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah dan guru dalam
mengatur pendidikan dan pengajaran, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi,
mempertanggungj awabkan, mengatur, serta memimpin sumber-sumber daya insani
serta barang-barang untuk membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan
tujuan sekolah. Manajemen juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat
peserta didik, guru-guru, serta kebutuhan masyarakat setempat. Untuk itu, perlu
dipahami fungsi-fungsi pokok manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan pembinaan. Dalam prakteknya keempat fungsi tersebut merupakan
suatu proses yang berkesinambungan.
Selanjutnya, keempat fungsi tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:
perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan
tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Perencanaan
juga merupakan kumpulan kebijakan yang secara sistematik disusun dan dirumuskan
berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan serta dapat dipergunakan
sebagai pedoman kerja. Dalam perencanaan terkandung makna pemahaman terhadap
apa yang telah dikerjakan, permasalahan yang dihadapi dan alternatif
pemecahannya, serta untuk melaksanakan prioritas kegiatan yang telah ditentukan
secara proporsional. Perencanaan program pendidikan sedikitnya memiliki dua
fungsi utama, pertama, perencanaan merupakan upaya sistematis yang
menggambarkan penyusunan rangkaian tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai
tujuan organisasi atau lembaga dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang
tersedia atau sumber¬sumber yang dapat disediakan; kedua, perencanaan merupakan
kegiatan untuk mengerahkan atau menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara
efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi
tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Rencana
yang telah disusun akan memiliki nilai jika dilaksanakan dengan efektif dan
efisien. Dalam pelaksanaan, setiap organisasi harus memiliki kekuatan yang
mantap dan meyakinkan sebab jika tidak kuat, maka proses pendidikan seperti
yang diinginkan sulit terealisasi.
Pengawasan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengamati secara sistematis
dan berkesinambungan; merekam; memberi penjelasan, petunjuk, pembinaan dan
meluruskan berbagai hal yang kurang tepat; serta memperbaiki kesalahan. Pengawasan,
merupakan kunci keberhasilan dalam keseluruhan proses manajemen, perlu dilihat
secara komprehensif, terpadu, dan tidak terbatas pada hal-hal tertentu.
Pembinaan merupakan rangkaian upaya pengendalian secara profesional semua
unsur organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk
mencapai tujuan dapat terlaksana secara efektif dan efisien.
Pelaksanaan manajemen sekolah yang efektif dan efisien menuntut
dilaksanakannya keempat fungsi pokok manajemen tersebut secara terpadu dan
terintegrasi dalam pengelolaan bidang-bidang kegiatan manajemen pendidikan.
Melalui manajemen sekolah yang efektif dan efisien tersebut, diharapkan dapat
memberikan konstribusi terhadap peningkatan mutu pembelajaran secara
keseluruhan.
Adapun maksud fungsi-fungsi manajemen dalam tesis ini yaitu fungsi
perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan controlling dalam peningkatan
mutu pembelajaran. Berdasarkan hal itu, tiap fungsi manajemen dapat dirinci
yaitu pertama, dalam hal perencanaan maka, apa yang hendak dikerjakan dalam
peningkatan mutu pembelajaran, siapa yang mengerjakannya, kenapa dikerjakan,
dimana dikerjakannya, kapan dikerjakan, bagaimana mengerjakannya (5 W + 1 H).
Kedua, pengorganisasian menyangkut susunan, pembagian tugas dan wewenang para
pengurus dalam peningkatan mutu pembelajaran. Ketiga, penggerakkan menyangkut
motivasi, bimbingan, perilaku manusia, kepemimpinan, komunikasi, hubungan
manusia dalam peningkatan mutu pembelajaran.
Dengan perkataan lain dalam penggerakkan ini merupakan usaha kepala
sekolah untuk mencapai tujuan sekolah dengan cara menggerakkan atau memberikan
perintah dan koordinasi kepada seluruh tenaga pendidik dalam peningkatan mutu
pembelajaran. Keempat, controlling, maka hal ini menyangkut evaluasi terhadap fungsi-fungsi
manajemen dalam peningkatan mutu pembelajaran.
2. Ciri-Ciri
Pemimpin dan Kepemimpinan Situasional
Kata "kepemimpinan" terjemahan dari bahasa Inggris
"leadership". Kata ini sering terdengar dalam percakapan orang, dalam
pertemuan¬pertemuan, dari radio, televisi dan sebagainya. Dalam bahasa Arab
disebut dengan istilah khilafah, imarah, ziamah atau imamah. Secara etimologi,
kepemimpinan berarti daya memimpin atau kualitas seorang pemimpin atau tindakan
dalam memimpin itu sendiri.
Tidaklah mudah untuk merumuskan definisi kepemimpinan, sebab tergantung
dari segi mana meninjaunya. Sebagai pegangan awal tidak ada salahnya bila
secara umum dan populer, kepemimpinan diberi arti di antaranya:
a. Menurut George R. Terry
Leadership
is the relationship in which one person, the leader, influences others to work
together willingly on related taks to attain that which the leader desires.
b. Menurut Heri Joewono, kepemimpinan diartikan sebagai suatu
cara dan metode seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain sedemikian rupa
sehingga orang tersebut dengan sadar mengikuti dan mematuhi segala kehendaknya.
c. Menurut Hoyt yang dikutip Moekiyat, kepemimpinan adalah
seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia; kemampuan untuk membimbing orang.
d. Menurut Miftah Thoha, kepemimpinan adalah aktivitas untuk
mempengaruhi perilaku orang lain agar mereka mau diarahkan untuk mencapai
tujuan tertentu.
Dari
beberapa perumusan yang berbeda tersebut, terlihat bahwa dalam suatu
kepemimpinan terdapat tiga unsur:
a. Unsur manusia sebagai pemimpin atau sebagai yang
dipimpin.
b. Unsur sarana merupakan semacam prinsip
dan teknik kepemimpinan yang dipakai dalam pelaksanaannya termasuk bekal
pengetahuan yang dimiliki.
c. Unsur tujuan yang merupakan sasaran akhir ke arah mana
kelompok manusia akan digerakkan.
Muhadi
Zainuddin dan Abd Mustaqim menyatakan bahwa unsur¬unsur dalam kepemimpinan
antara lain meliputi: 1) Pemimpin. 2) Anggota yang dipimpin, 3) Sistem dan
Mekanisme Kepemimpinan, 4) Tujuan atau Visi dan Misi.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
adalah suatu kegiatan atau seni untuk mempengaruhi perilaku orang-orang yang
dipimpin agar mau bekerja menuju kepada satu tujuan yang ditetapkan atau
diinginkan bersama.
Fakta-fakta sejarah telah cukup memberi bukti, bahwa kepemimpinan itu
sepanjang zaman merupakan persoalan yang penting bagi umat manusia.
Kelangsungan hidup atau timbul tenggelamnya suatu bangsa atau negara dalam
sejarah itu ternyata amat dipengaruhi oleh para pemimpin-pemimpinnya, yaitu
pemimpin-pemimpin negara, pemimpin¬pemimpin agama dan pemimpin-pemimpin lainnya
dalam masyarakat. Bahkan tiap-tiap zaman lebih terkenal nama pemimpin-pemimpin
daripada nama negara-negaranya, seperti misalnya nama-nama Airlangga,
Kartanegara, Jayakatwang, Ken Arok, Pangeran Diponegoro lebih dikenal daripada
nama-nama negaranya seperti Kahuripan, Singosari, Kediri yang
dipimpinnya.
Ralph M. Stogdill dalam bukunya Personal Factor Associated with Leadership
yang dikutip oleh James A. Lee dalam bukunya Management Theories and
Prescriptions, menyatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki beberapa
kelebihan:
a). Kapasitas, seperti kecerdasan, kewaspadaan kemampuan
berbicara atau verbal facility, kemampuan menilai.
b). Prestasi, seperti gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan,
perolehan dalam olahraga, dan lain-lain.
c). Tanggung jawab, seperti mandiri, berinisiatif, tekun,
ulet, percaya diri, agresif, dan punya hasrat untuk unggul.
d). Partisipasi, seperti aktif, memiliki sosiabilitas yang
tinggi, mampu bergaul, suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, dan punya
rasa humor.
e). Status yang meliputi kedudukan sosial-ekonomi yang cukup
tinggi, populer, tenar.
Robert B. Myers melakukan studi tentang hal yang sama dengan Ralph M.
Stogdill dengan menghasilkan kesimpulan:
a). Sifat-sifat jasmaniah manusia tidak ada hubungannya dengan
leadership.
b). Walaupun pemimpin cenderung untuk lebih tinggi dalam
kecerdasan daripada orang yang dipimpinnya, akan tetapi tidak ada hubungan yang
berarti antara kelebihan kecerdasan tersebut dengan soal kepemimpinan itu.
c). Pengetahuan yang dimanfaatkan untuk memecahkan problem
yang dihadapi kelompok yang dipimpin merupakan bantuan yang sangat berarti pada
status kepemimpinan.
d). Ciri dan watak yang mempunyai korelasi dengan kepemimpinan
adalah: kemampuan melihat problem yang dihadapi, inisiatif, kerja sama, ambisi,
ketekunan, emosi yang stabil, popularitas, dan kemampuan berkomunikasi.
Kaum Dinamika Kelompok berpendapat, bahwa terdapat ciri-ciri yang harus
dimiliki pemimpin secara umum:
a). Persepsi sosial (social perception) :
Yang dimaksud dengan persepsi sosial adalah kecakapan
untuk cepat melihat dan memahami perasaan, sikap, kebutuhan anggota kelompok.
Persepsi sosial diperlukan untuk melaksanakan tugas pemimpin sebagai penyambung
lidah anggota kelompoknya dan memberikan patokan yang menyeluruh tentang
keadaan di dalam maupun di luar kelompok. Contoh pts kepala sekolah sd
pdf
b). Kemampuan berpikir abstrak (ability in abstract thinking)
Kemampuan
berpikir abstrak diperlukan dalam menafsirkan kecenderungan kegiatan di dalam
kelompok dan keadaan di luar kelompok dalam hubungannya dengan realisasi
tujuan-tujuan kelompok. Untuk itu diperlukan ketajaman penglihatan dan
kemampuan analitis yang didampingi oleh kemampuan mengabstraksi dan
mengintegrasikan fakta-fakta interaksi sosial di dalam maupun di luar kelompok.
Kemampuan tersebut memerlukan adanya taraf inteligensia yang tinggi pada
seorang pemimpin.
c).
Kestabilan emosi (emotional stability)
Pada
dasarnya harus terdapat suatu kematangan emosional yang berdasarkan pada
kesadaran yang mendalam tentang-kebutuhan, keinginan, cita-cita serta pengintegrasian
semua itu ke dalam kepribadian yang bulat dan harmonis. Kematangan emosi
diperlukan untuk dapat merasakan keinginan dan cita-cita anggota kelompok
secara nyata dan untuk dapat melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan yang lain
secara wajar.
Selain melakukan penelitian melalui pendekatan sifat dan ciri kepribadian,
para ahli juga mengadakan penelitian melalui pendekatan-pendekatan sebagai
berikut:
1. Pendekatan dari sudut pembawaan
Berdasarkan
pendekatan di atas, Gordon Lippit mengemukakan sebagai berikut: "Leader
are the great man who are born that who and make history" (Pemimpin itu
adalah "orang besar" yang dilahirkan dan membuat sejarah. Dengan kata
lain, kepemimpinan itu tidak bisa dibentuk melalui pendidikan dan latihan
karena merupakan sifat dan watak bawaan.
2. Pendekatan berdasarkan pada keadaan
Pendekatan
ini menggunakan hipotesis bahwa tingkah laku seorang pemimpin dalam suatu
keadaan akan berbeda bila ia berada dalam keadaan lain. Melalui pendekatan ini
dapat disimpulkan bahwa diperlukan fleksibilitas dalam memilih pemimpin
demikian juga kepekaannya dan pendidikannya.
3. Pendekatan berdasarkan peranan fungsional
Pendekatan
ini menyatakan bahwa kepemimpinan itu terjadi bila berbagai macam tugas
pekerjaan dapat dilaksanakan dan dipelihara dengan baik, serta fungsi atau
tugas tersebut dapat pula dilaksanakan oleh si terpimpin dengan jalan kerja
sama.
4.
Pendekatan berdasarkan gaya kepemimpinan.
Menurut
Shaleh, sifat, ciri atau nilai-nilai pribadi yang hendaknya dimiliki oleh
pemimpin da'wah itu antara lain adalah sebagai berikut: (1). Berpandangan jauh
ke masa depan, (2).Bersikap dan bertindak bijaksana, (3). berpengetahuan luas,
(4). bersikap dan bertindak adil, (5). berpendirian teguh, (6).mempunyai
keyakinan bahwa missinya akan berhasil, (7).berhati ikhlas, (8). memiliki
kondisi fisik yang baik, (9). mampu berkomunikasi.
Pendekatan atau teori kepemimpinan ini dikembangkan oleh Hersey dan
Blanchard berdasarkan teori-teori kepemimpinan sebelumnya. Pendekatan
situasional biasa disebut juga pendekatan kontingensi. Pendekatan ini
didasarkan atas asumsi bahwa keberhasilan kepemimpinan suatu organisasi atau
lembaga tidak hanya bergantung pada atau dipengaruhi oleh perilaku dan
sifat-sifat pemimpin saja. Tiap-tiap organisasi atau lembaga memiliki ciri-ciri
khusus dan unik. Bahkan organisasi atau lembaga yang sejenis pun akan
menghadapi masalah yang berbeda karena lingkungan yang berbeda, semangat dan
watak bawahan yang berbeda. Situasi yang berbeda-beda ini harus dihadapi dengan
perilaku kepemimpinan yang berbeda pula. Karena banyaknya kemungkinan yang
dapat dipakai dalam menerapkan perilaku kepemimpinan itu sesuai dengan situasi
organisasi atau lembaga, maka pendekatan situasional ini disebut juga
pendekatan kontingensi; sesuai dengan kata kontingensi yang berarti
kemungkinan.
Sesuai dengan pendapat Hersey dan Blanchard, pendekatan situasional atau
pendekatan kontingensi ini merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan
tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas organisasi dan
manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap
organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus
dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu.
Salah satu faktor yang menunjukkan adanya perbedaan situasi organisasi
adalah tingkat kematangan dan perilaku kelompok atau bawahan. Tinggi-rendahnya
tingkat kematangan kelompok turut menentukan ke mana kecenderungan gaya
kepemimpinan seorang pemimpin harus diarahkan. Sebagai ilustrasi dapat
dikemukakan di sini: Seorang kepala sekolah atau kepala kantor yang sebagian
besar anak buahnya berpendidikan sarjana, perilaku kepemimpinan yang
diterapkannya akan berbeda dengan, misalnya, jika anak buahnya itu pada umumnya
hanya berpendidikan SMTP atau SMTA. Seorang kepala sekolah yang memimpin SMA di
Jakarta sudah barang tentu akan menerapkan perilaku kepemimpinan yang berbeda
dengan kepala SMA di daerah Cianjur, misalnya. Hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan situasi yang ada pada lembaga itu masing-masing.
Demikianlah betapa banyak faktor yang dapat menimbulkan adanya
perbedaan-perbedaan situasi tiap organisasi atau lembaga, yang selanjutnya
dapat mempengaruhi perilaku kepemimpinan. Dalam hubungan ini, berbagai faktor
yang dapat mempengaruhi pemilihan gaya kepemimpinan antara lain sifat pribadi
pemimpin; sifat pribadi bawahan; sifat pribadi sesama pemimpin; struktur
organisasi; tujuan organisasi; kegiatan yang dilakukan; motivasi kerja; harapan
pemimpin maupun bawahan; pengalaman pemimpin maupun bawahan; adat, kebiasaan,
tradisi, budaya lingkungan kerja; tingkat pendidikan pemimpin maupun bawahan;
lokasi organisasi di kota besar, kota kecil, atau desa; kebijaksanaan atasan;
teknologi, peraturan perundangan yang berlaku; ekonomi, politik, keamanan yang
sedang berlangsung di sekitarnya.
Para ahli filsafat dan ahli teori sosial telah berusaha untuk menyimpulkan
pandangannya dengan mengajukan bermacam-macam tipologi kepemimpinan. Di dalam
In The Republic, Plato sebagaimana dikutip Mar'at mengajukan tiga tipe
kepemimpinan:
1. Ahli filsafat, negarawan yang memerintah republik dengan
penalaran dan keadilan.
2. Militer, untuk mempertahankan negara dan pelaksana
kebijaksanaan.
3. Pedagang, menyediakan kebutuhan material penduduk.
Sepanjang diketahui sekarang ini, para pemimpin dalam berbagai bentuk
organisasi dapat digolongkan kepada lima golongan (lima tipe pemimpin).
Tipe-tipe itu ialah:
a. Tipe pemimpin yang otokratis,
b. Tipe pemimpin yang militeristis,
c. Tipe pemimpin yang paternalistis,
d. Tipe pemimpin yang kharismatis, dan
e. Tipe pemimpin yang demokratis.
(1) Tipe otokratis
Kepemimpinan
secara otokratis artinya pemimpin menganggap organisasi sebagai milik sendiri.
Ia bertindak sebagai diktator terhadap para anggota organisasinya dan
menganggap mereka itu sebagai bawahan dan merupakan sebagai alat, bukan
manusia.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah seorang pemimpin yang:
a. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi;
b. mengindentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;
c. menganggap bawahan sebagai alat semata-mata;
d. tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat;
e. terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya;
f. dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan approach yang
mengandung unsur paksaan dan punitive (bersifat menghukum).
Dari sifat-sifat tersebut di atas jelas terlihat bahwa tipe pemimpin yang
demikian tidak tepat untuk suatu organisasi modern dimana hak-hak asasi manusia
yang menjadi bawahan itu harus dihormati. Menurut G.R. Terry, kepemimpinan
berdasarkan teori ini menekankan perintah-perintah, paksaan-paksaan dan
tindakan¬tindakan yang agak arbiter pada hubungan pemimpin yang bersangkutan
dengan pihak bawahan.
(2) Tipe Militeristis
Perlu
diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan seorang pemimpin tipe
militeristis berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang
pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki
sifat-sifat:
a. dalam menggerakkan bawahan sistem perintah yang lebih
sering dipergunakan;
b. dalam menggerakkan bawahan senang .bergantung kepada
pangkat dan jabatannya;
c. senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan ;
d. menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan ;
e. sukar menerima kritikan dari bawahannya;
f. menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
Terlihat
pula dari sifat-sifat tersebut bahwa seorang pemimpin yang militeristis
bukanlah seorang pemimpin yang ideal.
(3) Tipe Paternalistis
Seorang
pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seseorang
yang:
a. menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa;
b. bersikap terlalu melindungi (overly protective);
c. jarang memberikan kesempatan mengambil keputusan;
d. jarang memberikan kesempatan mengambil inisiatif;
e. jarang memberikan kesempatan
f. sering bersikap maha tahu.
Harus
diakui bahwa untuk keadaan tertentu, seorang pemimpin yang demikian sangat
diperlukan, akan tetapi sifat¬sifatnya yang negatif mengalahkan sifat-sifatnya
yang positif. Contoh penelitian tindakan sekolah bagi kepala sekolah pdf
(4) Tipe Kharismatis
Hingga sekarang ini para sarjana belum berhasil menemukan sebab-sebab
mengapa seseorang pemimpin memiliki kharisma, yang diketahui ialah bahwa
pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada
umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut
itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut
pemimpin itu.
Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab-musabab seseorang menjadi
pemimpin yang kharismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang
demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (superanatural powers). Kekayaan, umur,
kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk kharisma.
Gandhi bukanlah seorang yang kaya. Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang
fisiknya sehat. John F. Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki kharisma,
meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi presiden Amerika
Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang
"ganteng".
(5)
Tipe Demokratis.
Pengetahuan
tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah
yang paling tepat untuk organisasi modern karena:
a. dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak
dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia;
b. selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan
organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya;
c. ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari
bawahannya;
d. selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam
usaha mencapai tujuan;
e. dengan ikhlas memberikan kebebasan yang, seluas-luasnya
kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian dibanding dan
diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, akan tetapi
lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain;
f. selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses
daripadanya
g. berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai
pemimpin.
Secara
implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah suatu
hal yang mudah untuk dicapai. Akan tetapi karena pemimpin yang demikianlah yang
paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang
pemimpin yang demokratis.
3.
Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap kinerja guru di sekolah
untuk meningkatkan produktivitas kerja demi mencapai tujuan, dan mewujudkan
visi menjadi aksi. Dalam kaitannya dengan peran kepala sekolah dalam
meningkatkan kinerja tenaga kependidikan, perlu dipahami bahwa setiap kepala
sekolah bertanggung jawab mengarahkan apa yang baik bagi tenaga kependidikan,
dan dia sendiri harus berbuat baik. Kepala sekolah juga harus menjadi contoh,
sabar dan penuh pengertian. Fungsi pemimpin hendaknya diartikan seperti motto
Ki Hadjar Dewantara: Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa, Tut wuri
handayani (di depan menjadi teladan, di tengah membina kemauan, di belakang menjadi
pendorong/memotivasi).
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas individu atau kelompok
dalam usaha menuju pencapaian tujuan. Kepala sekolah sebagai pemimpin
pendidikan pada setiap harinya memiliki tugas pokok mempengaruhi, mendorong,
mengajak guru-guru dan staf lainnya agar mereka bersedia berbuat sesuatu yang
dapat menyokong pencapaian tujuan sekolah sebagai suatu institusi.
Dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar, kepala sekolah
merupakan kunci keberhasilan yang harus menaruh perhatian tentang apa yang
terjadi pada peserta didik di sekolah dan apa yang dipikirkan orang tua dan
masyarakat tentang sekolah. Kepala sekolah dituntut untuk senantiasa berusaha
membina dan mengembangkan hubungan kerja sama yang baik antara sekolah dan
masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Hubungan yang
harmonis ini akan membentuk 1) saling pengertian antara sekolah, orang tua,
masyarakat, dan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia
kerja; 2) saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui
manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing; 3) kerja sama yang erat
antara sekolah dengan berbagai pihak yang ada di masyarakat dan mereka merasa
ikut bertanggung jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah.
Kepala sekolah profesional tidak saja dituntut untuk melaksanakan berbagai
tugasnya di sekolah, tetapi ia juga harus mampu menjalin hubungan/kerja sama
dengan masyarakat dalam rangka membina pribadi peserta didik secara optimal.
Kerja sama ini penting karena banyak persoalan yang tidak dapat diselesaikan
oleh sekolah secara sepihak, atau sering terjadi kesalahpahaman, perbedaan
persepsi antara pihak sekolah dengan masyarakat. Misalnya, dalam masalah agama
yang akhir-akhir ini banyak dipersoalkan dalam RUU, sekolah bisa saja
memberikan informasi tentang agama lain kepada peserta didik, misalnya dalam
acara ''religion fair", "spiritual fair" atau "pekan raya
agama", tetapi mungkin orang tua tidak bisa menerima hal tersebut. Bahkan
bisa saja orang tua menyalahkan sekolah, karena memberikan informasi tentang
agama lain kepada anaknya. Download penelitian tindakan sekolah sd Lebih parah
lagi kalau orang tua langsung mencabut anaknya, dan memindahkannya ke sekolah
lain. Ini semua bisa terjadi kalau hubungan antara sekolah dengan masyarakat
tidak cair, sehingga orang tua tidak mengerti atau tidak mau mengerti apa yang
terjadi di sekolah, dan rencana apa yang akan dilakukan sekolah pada masa yang
akan datang.
Hubungan sekolah dengan masyarakat yang selama ini terjadi hanya sebatas
pemberitahuan pungutan dana, atau pengambilan buku laporan pendidikan. Itu pun
kalau di kota-kota banyak yang diwakili oleh sopir atau pembantu.
Dalam hal ini kepala sekolah harus mampu mencari jalan ke luar untuk
mencairkan hubungan sekolah dengan masyarakat yang selama ini terjadi, agar
masyarakat khususnya orang tua peserta didik bisa mengerti, memahami dan maklum
dengan ide-ide serta visi yang sedang berkembang di sekolah. Hal ini bisa
dilakukan oleh pihak sekolah dipimpin oleh kepala sekolah, misalnya melalui
dialog rutin antara pihak sekolah dengan orang tua, sehingga mereka bisa
memahami kondisi sekolah dengan berbagai permasalahannya. Lebih dari itu,
diharapkan masyarakat bisa membantu sekolah dalam mewujudkan visi dan
tujuannya.
Disadari memang bahwa partisipasi masyarakat terhadap pendidikan masih
relatif rendah (utamanya dalam hal sumbangan pemikiran), meskipun sudah ada
wadah-wadah dan saluran-saluran ke arah peningkatan partisipasi tersebut.
Wadah-wadah tersebut antara lain POMG dan BP-3, yang -sekarang berkembang
menjadi Komite Sekolah dan Dewan pendidikan. Meskipun wadah yang baru ini
berbeda visi dan misinya, tetapi substansinya sama, yakni menjalin hubungan
antara sekolah dengan masyarakat. Kita berharap wadah dan saluran atau
lembaga-lembaga baru tersebut bisa menjembatani kesenjangan antara sekolah
dengan orang tua/masyarakat. Namun demikian, semua itu kembali kepada niat
kedua belah pihak dalam memajukan pendidikan dan pembangunan masyarakat pada
umumnya, khususnya dalam pengembangan pribadi anak-anak. Oleh karena itu kita
(pihak sekolah) harus berani memulai dari awal, sejak penerimaan murid baru
(PMB) misalnya. Contoh Laporan PTS doc Dalam hal ini pihak sekolah harus
memiliki program yang jelas, yang bisa ditawarkan kepada masyarakat. Selama ini
kita maklum bahwa sekolah terlalu berorientasi pada kegiatan-kegiatan kurikuler
atau akademis, yang lebih dipersempit lagi pada pemindahan pengetahuan (mengisi
kepala anak dengan sejumlah pengetahuan tertentu). Demikian halnya masyarakat,
perhatiannya hanya terfokus pada kondisi sekolah, sehingga perhatiannya hanya
terfokus pada bagaimana agar anaknya mendapat nilai ujian yang tinggi. Kondisi semacam
ini yang telah melahirkan budaya nyontek di kalangan peserta didik,
kebocoran¬kebocoran di pihak pengelola, yang pada akhirnya bermuara pada
ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan. Di sinilah pentingnya
kepala sekolah profesional tampil sebagai pigur yang harus mampu memimpin
tenaga kependidikan di sekolah, agar bisa bekerja sama dengan orang tua dan
masyarakat pada umumnya. Karena itulah, kepala sekolah dituntut untuk
mampu menciptakan iklim yang kondusif demi lahirnya partisipasi dan kolaborasi
masyarakat secara profesional; transparan- dan demokratis. Dengan cara
demikianlah, kita akan memulai memperbaiki kualitas pendidikan dan
mengembangkan anak bangsa untuk masa depan.
B. Kinerja Guru
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau
bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar
mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah,
khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang
sanggup berdiri sendiri.
Istilah lain yang lazim dipergunakan untuk pendidik ialah guru. Kedua
istilah tersebut bersesuaian artinya, bedanya ialah istilah guru seringkali
dipakai di lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidikan dipakai di
lingkungan formal, informal maupun non formal.
Tugas kemanusiaan salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak bisa
guru abaikan, karena guru harus terlibat dengan kehidupan di masyarakat dengan
interaksi sosial. Guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak
didik. Dengan begitu anak didik dididik agar mempunyai sifat kesetiakawanan
sosial. Guru harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua, dengan
mengemban tugas yang dipercayakan orang tua kandung/wali anak didik dalam
jangka waktu tertentu. Untuk itu pemahaman terhadap jiwa dan watak anak didik
diperlukan agar dapat dengan mudah memahami jiwa dan watak anak didik.
Begitulah tugas guru sebagai orang tua kedua, setelah orang tua anak didik di
dalam keluarga di rumah.
Di bidang kemasyarakatan merupakan tugas guru yang juga tidak kalah
pentingnya. Pada bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar
masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral Pancasila. Memang
tidak dapat dipungkiri bila guru mendidik anak didik sama halnya guru
mencerdaskan bangsa Indonesia.
Bila dipahami, maka tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi
juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Bahkan bila dirinci
lebih jauh, tugas guru tidak hanya yang telah disebutkan. Guru dalam mendidik
anak didik bertugas untuk:
1.Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan,
dan pengalaman-pengalaman.
2. Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita
dan dasar negara kita Pancasila.
3. Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai
Undang-Undang Pendidikan yang merupakan Keputusan MPR No. II Tahun 1983.
4. Sebagai perantara dalam belajar. Download penelitian tindakan
sekolah sd
Di
dalam proses belajar guru hanya sebagai perantara/medium, anak harus berusaha
sendiri mendapatkan suatu pengertian/ insight, sehingga timbul perubahan dalam
pengetahuan, tingkah laku, dan sikap.
5. Guru adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik
ke arah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak
menurut sekehendaknya.
6. Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.
Anak
nantinya akan hidup dan bekerja, serta mengabdikan diri dalam masyarakat, dengan
demikian anak harus dilatih dan dibiasakan di sekolah di bawah pengawasan guru.
7. Sebagai penegak disiplin, guru menjadi contoh dalam segala
hal, tata tertib dapat berjalan bila guru dapat menjalani lebih dahulu.
8. Guru sebagai administrator dan manajer.
Di
samping mendidik, seorang guru harus dapat mengerjakan urusan tata usaha
seperti membuat buku kas, daftar induk, rapor, daftar gaji dan sebagainya,
serta dapat mengkoordinasi segala pekerjaan di sekolah secara demokratis,
sehingga suasana pekerjaan penuh dengan rasa kekeluargaan.
9. Pekerjaan guru sebagai suatu profesi.
Orang
yang menjadi guru karena terpaksa tidak dapat bekerja dengan baik, maka harus
menyadari benar-benar pekerjaannya sebagai suatu profesi.
10. Guru sebagai perencana kurikulum.
Guru
menghadapi anak-anak setiap hari, gurulah yang paling tahu kebutuhan anak-anak
dan masyarakat sekitar, maka dalam penyusunan kurikulum, kebutuhan ini tidak
boleh ditinggalkan.
11. Guru sebagai pemimpin (guidance worker).
Guru
mempunyai kesempatan dan tanggung jawab dalam banyak situasi untuk membimbing
anak ke arah pemecahan soal, membentuk keputusan, dan menghadapkan anak-anak
pada problem.
12. Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak.
Guru
harus turut aktif dalam segala aktifitas anak, misalnya dalam ekstrakurikuler
membentuk kelompok belajar dan sebagainya.
Dengan meneliti poin-poin tersebut, tahulah bahwa tugas guru tidak ringan.
Profesi guru harus berdasarkan panggilan jiwa, sehingga dapat menunaikan tugas
dengan baik, dan ikhlas. Guru harus mendapatkan haknya secara proporsional
dengan gaji yang patut diperjuangkan melebihi profesi¬profesi lainnya, sehingga
keinginan peningkatan kompetensi guru dan kualitas belajar anak didik bukan
hanya sebuah slogan di atas kertas.
Sudah dapat dipastikan bahwa tugas dan tanggungjawab guru tidaklah ringan.
Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari baik sebagai pengajar (instructional
function) maupun sebagai pendidik (educational function), ia akan selalu
menghadapi problema-problema. Misalnya saja problema dalam mengajar, secara
proses, problema tersebut akan selalu muncul pada tiga periode, yaitu periode
sebelum aktivitas mengajar (preinstructional activities), periode aktivitas mengajar
(instructional activities), dan periode setelah aktivitas mengajar
(postinstructional activities). Problema-problema yang muncul sebelum
mengajar berupa bagaimana merencanakan suatu sistem pengajaran yang baik,
antara lain bagaimana cara merumuskan tujuan pengajaran secara spesifik dan
operasional, bagaimana cara menyusun materi pelajaran, bagaimana cara
menentukan metode dan alat bantu mengajar yang relevan dengan tujuan dan materi
pelajaran, serta bagaimana cara menentukan teknik dan alat untuk mengevaluasi
keberhasilan proses belajar mengajar.
Problema-problema yang muncul saat mengajar, misalnya bagaimana
menciptakan suatu sistem pengajaran sesuai dengan yang telah direncanakan,
antara lain bagaimana mengelola kelas dengan sebaik-baiknya, bagaimana
mengatasi murid-murid yang nakal, bagaimana memotivasi belajar murid¬murid,
bagaimana menggunakan metode dan alat bantu mengajar, dan bagaimana membuka dan
menutup pelajaran yang baik. Sedangkan problema¬problema yang muncul setelah
mengajar berupa bagaimana menentukan keberhasilan pengajaran yang telah
dilakukannya, yang antara lain berupa bagaimana mengukur keberhasilan
murid-murid dalam mencapai tujuan performa pengajaran, standar apa yang akan
digunakan dalam mengukur keberhasilan murid-murid, bagaimana menganalisis hasil
pengukuran tersebut, serta bagaimana melaporkan hasil pengukuran baik kepada
murid-murid yang bersangkutan maupun pihak lain yang berhak menerima laporan
hasil pengukuran. Yang perlu ditekankan di sini adalah bagaimana secara
mandiri, kreatif, inovatif agar setiap guru dapat meningkatkan kinerjanya tanpa
harus tergantung kepada pimpinan atau pemerintah.
Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan
profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu
profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan
nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik.
Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya
dalam kehidupan demi masa depan anak didik.
Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut seorang guru harus
memiliki moral kerja yang tinggi. Seorang guru dituntut memiliki kedisiplinan
yang tinggi, ia harus datang tepat pada waktunya untuk mengajar dan pulang
tepat pada waktunya pula, tidak boleh menyia-nyiakan waktu mengajarnya dengan
kegiatan-kegiatan lain yang tidak relevan dengan tugas mengajarnya. Sebagai
seorang guru, ia harus mampu mengajar dengan tenang sehingga dapat menyampaikan
materi pelajaran secara sistematis dan mudah dipahami oleh semua murid, ia
harus mengajar dengan penuh antusias, kegembiraan, dan penuh gairah, sebab yang
demikian ini akan menimbulkan daya tarik tersendiri bagi murid-muridnya.
Selanjutnya, apabila murid-murid merasa tertarik pada penampilan guru
dalam mengajar, biasanya murid-murid tersebut tidak akan mudah merasa bosan
dalam menerima pelajaran. Di samping itu, seorang guru harus suka bekerja sama
dengan kepala sekolah, guru-guru lainnya, dan staf sekolah lainnya. Akhirnya,
seorang guru harus memiliki daya kreativitas dan inisiatif yang tinggi untuk
memperbaiki kegiatan-kegiatan kependidikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi memberikan dampak tersendiri bagi penyelenggaraan pendidikan. Kini
banyak dilakukan penelitian-penelitian di bidang pendidikan sehingga banyak
pula teori-teori baru di bidang pendidikan, seperti teori psikologi anak,
teori-teori baru metode mengajar, teori-teori baru motivasi belajar murid,
teori-teori baru penciptaan situasi belajar mengajar, yang kesemuanya ini
menuntut adanya inisiatif dan keberanian guru untuk melakukan
perubahan-perubahan terhadap
penyelenggaraan pendidikan berdasarkan teori-teori baru yang telah
dikemukakan melalui penelitian-penelitian sebelumnya.
Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur yang
dapat membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk
membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna
bagi agama, nusa, dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang
cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara.
Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar
dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi,
tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.
C. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Untuk Peningkatan
Kinerja Guru
Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan ada
yang berkenaan dengan tujuan sekolah yang hendak dicapai. Misalnya,
mendeskripsikan tujuan institusional sekolah sehingga mudah dipahami oleh
guru-guru maupun staf lainnya, bersama-sama dengan guru-guru maupun staf
lainnya memikirkan dan merencanakan kegiatan-kegiatan yang dapat menyokong
tujuan institusional sekolah, melakukan pendelegasian kepada guru-guru dan staf
lainnya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan, mendorong
dan mengawasi pelaksanaan tugas-tugas yang telah didelegasikannya.
Di samping itu, ada pula tugas dan
tanggung jawab kepala sekolah yang berkenaan dengan penciptaan suasana yang
menyenangkan sehingga dapat menumbuhkan moral kerja guru-guru maupun staf
lainnya. Bentuk operasional dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawab terakhir
ini, misalnya:
a. berusaha memahami karakteristik setiap guru dan staf lainnya berupa
perasaannya, keinginan, pola berpikir, sikap;
b. menciptakan kondisi kerja yang menyenangkan, baik kondisi
fisik maupun sosialnya sehingga mereka betah di sekolah;
c. memupuk rasa kerja sama yang baik antara kepala sekolah
dengan guru, guru dengan guru, maupun dengan staf lainnya, sehingga tercipta
suatu kelompok kerja yang produktif dan kohesif;
d. memupuk rasa ikut memiliki (sense of belonging), rasa adanya
peranan yang cukup penting (sense of importance), dan rasa sebagai orang yang
berhasil (sense of achievement) pada setiap diri guru maupun staf lainnya.
Dinas Pendidikan (dulu: Depdikbud) telah menetapkan bahwa kepala sekolah
harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator; manajer; administrator;
dan supervisor (EMAS). Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan zaman, kepala sekolah juga harus mampu berperan
sebagai leader, innovator, dan motivator di sekolahnya. Dengan demikian dalam
paradigma baru manajemen pendidikan, kepala sekolah sedikitnya harus mampu
berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader,
innovator, motivator (EMASLIM).
1.
Kepala Sekolah sebagai Educator (pendidik)
Dalam melakukan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah harus memiliki
strategi yang tepat untuk meningkatkan kinerja guru di sekolahnya. Menciptakan
iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah., memberikan
dorongan kepada seluruh guru, serta melaksanakan model pembelajaran yang
menarik, seperti team teaching, moving class, dan mengadakan program akselerasi
(acceleration) bagi peserta didik yang cerdas di atas normal.
Wahjosumidjo mengemukakan bahwa memahami arti pendidik tidak cukup
berpegang pada konotasi yang terkandung dalam definisi pendidik, melainkan
harus dipelajari keterkaitannya dengan makna pendidikan, sarana pendidikan, dan
bagaimana strategi pendidikan itu dilaksanakan. Untuk kepentingan tersebut,
kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan dan meningkatkan sedikitnya
empat macam nilai, yakni pembinaan mental, moral, fisik, dan artistik.
2. Kepala Sekolah sebagai Manajer
Manajemen seperti dikemukakan G.R.Terry adalah Management is a distinct
process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling,
performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human
beings and other resources. (manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang
terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan
pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang
telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber¬sumber
lain).
Manajemen pada hakekatnya merupakan suatu proses merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha para anggota
organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya organisasi dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dikatakan suatu proses, karena
semua manajer dengan ketangkasan dan keterampilan yang dimilikinya mengusahakan
dan mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai
tujuan.
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah
harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan
melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga
kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh
tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
3. Kepala Sekolah sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator pendidikan bertanggung jawab terhadap
kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolahnya. Oleh karena
itu, untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, kepala sekolah hendaknya
memahami, menguasai, dan mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkenaan
dengan fungsinya sebagai administrator pendidikan.
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat
dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan,
penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala
sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, administrasi
peserta didik, administrasi personalia, administrasi sarana dan prasarana,
administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut
perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas
sekolah.. Untuk itu, kepala sekolah harus mampu menjabarkan kemapuan tersebut
dalam tugas-tugas operasional.
4. Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Supervisi adalah aktivitas menentukan
kondisi/syarat-syarat yang essensial yang akan menjamin tercapainya
tujuan-tujuan pendidikan. Melihat definisi tersebut, maka tugas kepala sekolah
sebagai supervisor berarti bahwa dia hendaknya pandai meneliti, mencari, dan
menentukan syarat-syarat mana sajakah yang diperlukan bagi kemajuan sekolahnya
sehingga tujuan-tujuan pendidikan di sekolah itu semaksimal mungkin dapat
tercapai la harus dapat meneliti dan menentukan syarat-syarat mana yang telah
ada dan mencukupi, mana yang belum ada atau kurang mencukupi yang perlu
diusahakan dan dipenuhi.
Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala
sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi
pendidikan modern diperlukan supervisor khusus yang lebih independent, dan
dapat meningkatkan objektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugasnya. Jika
supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan
berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga
kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar
kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang elah ditetapkan.
Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah
agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih
berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.
5. Kepala Sekolah sebagai Leader
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan
pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua
arah, dan mendelegasikan tugas. Kepala sekolah sebagai leader harus memiliki
karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan
profesional serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Kemampuan yang harus
diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian,
pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan
mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi. Kepribadian kepala sekolah
sebagai leader akan tercermin dalam sifat-sifat (1) jujur, (2) percaya diri,
(3) tanggung jawab, (4) berani mengambil resiko dan keputusan, (5) berjiwa
besar, (6) emosi yang stabil, (7) teladan.
6. Kepala Sekolah sebagai Innovator
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala
sekolah harus merniliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang
harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, men.gintegrasikan setiap
kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan
mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif. Kepala sekolah
sebagai innovator akan tercermin dari cara-cara ia melakukan pekerjaannya
secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional, objektif,
pragmatis, keteladanan, disiplin, adaptabel dan fleksibel.
7. Kepala Sekolah sebagai Motivator
Salah seorang ilmuwan yang dipandang sebagai pelopor teori motivasi adalah
Abraham H. Maslow. Hasil-hasil pemikirannya tertuang dalam bukunya yang
berjudul "Motivation and Personality." Teori motivasi yang
dikembangkannya pada tahun 40-an itu pada intinya berkisar pada pendapat bahwa
manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu: (1) Kebutuhan
fisiologikal, seperti sandang, pangan dan papan, (2) kebutuhan keamanan, tidak
hanya dalam arti fisik, akan tetapi juga mental, psikologikal dan
intelektual,(3) kebutuhan sosial, (4) kebutuhan prestise yang pada umumnya
tercermin dalam berbagai simbol-simbol status, (5) aktualisasi diri dalam arti
tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk
memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai
tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan
lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan
secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan
Pusat Sumber Belajar (PSB).
Perspektif ke depan mengisyaratkan bahwa kepala sekolah juga harus mampu
berperan sebagai figur dan mediator, bagi perkembangan masyarakat dan
lingkungannya. Dengan demikian pekerjaan kepala sekolah semakin hari semakin:
meningkat, dan akan selalu meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan yang
diharapkan.
Dalam hal ini, pekerjaan kepala sekolah tidak hanya sebagai EMASLIM,
tetapi akan berkembang menjadi EMASLIM-FM. Semua itu harus dipahami oleh kepala
sekolah, dan yang lebih penting adalah bagaimana kepala sekolah mampu
mengamalkan dan menjadikan hal tersebut dalam bentuk tindakan nyata di sekolah.
Pelaksanaan peran, fungsi dan tugas tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama
lain, karena saling terkait dan saling mempengaruhi, serta menyatu dalam
pribadi seorang kepala sekolah profesional. Kepala sekolah yang demikianlah
yang akan mampu mendorong visi menjadi aksi dalam paradigma baru manajemen
pendidikan.
Kepala sekolah adalah jabatan pemimpin yang tidak bisa diisi oleh orang-orang
tanpa didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Siapa pun yang akan diangkat
menjadi kepala sekolah harus ditentukan melalui prosedur serta
persyaratan-persyaratan tertentu seperti: latar belakang pendidikan,
pengalaman, usia, pangkat, dan integritas. Oleh sebab itu, kepala sekolah pada
hakikatnya adalah pejabat formal, sebab pengangkatannya melalui suatu proses
dan prosedur yang didasarkan atas peraturan yang berlaku. Secara sistem jabatan
kepala sekolah sebagai pejabat atau pemimpin formal dapat diuraikan melalui
berbagai pendekatan: pengangkatan, pembinaan, tanggung jawab, dan teori H.
Mintzberg.
Kepala sekolah harus memiliki visi dan misi, serta strategi manajemen
secara utuh dan berorientasi kepada mutu. Strategi ini dikenal dengan Manajemen
Mutu Terpadu (MMT), yang telah lebih populer dalam dunia bisnis dan industri
dengan istilah Total Quality Management (TQM). Strategi ini merupakan usaha
sistematis dan terkoordinasi untuk secara terus-menerus memperbaiki kualitas
layanan, sehingga fokusnya diarahkan ke pelanggan dalam hal ini peserta didik,
orang tua peserta didik, pemakai lulusan, guru, karyawan, pemerintah dan
masyarakat. Sedikitnya terdapat lima sifat layanan yang harus diwujudkan
oleh kepala sekolah agar pelanggan puas; yakni layanan sesuai dengan yang
dijanjikan (reliability), mampu menjamin mutu pembelajaran (assurance), iklim
sekolah yang kondusif (tangible), memberikan perhatian penuh kepada peserta
didik (emphaty), cepat tanggap terhadap kebutuhan peserta didik
(responsiveness) (Mulyasa, 2003: 25).
Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas
tambahan untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar
mengajar. Pemimpin mengandung makna yang luas, yaitu kemampuan untuk
menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat
diberdayakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
organisasi, kata memimpin mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan,
membimbing, melindungi, membina, memberi teladan, memberi dorongan, dan
sebagainya. Betapa banyak variable arti yang terkandung dalam kata memimpin
memberikan indikasi betapa luas tugas dan peranan kepala sekolah sebagai
seorang pemimpin suatu organisasi yang komplek.
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan
pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua
arah, dan mendelegasikan tugas. Berdasarkan keterangan tersebut, kepala sekolah
harus mampu menciptakan (1) perencanaan yaitu melakukan perencanaan secara
makro dan apa saja yang akan dicapai oleh organisasinya (2) mengorganisasikan
(organizing atau stafing) struktur organisasi dan orang-orang dalam organisasi
untuk menggarap berbagai kegiatan dalam organisasinya. (3) pelaksanaan
(actuating atau implementing berdasarkan perumusan dan kesepakatan dengan
berbagai norma yang mesti dipatuhi dalam pelaksanaan tugas setiap personil
dalam organisasi. (4) melakukan pengawasan (controlling) terhadap berbagai
kegiatan pelaksanaan operasional dari seluruh kegiatan organisasi.
Menurut Delozier (1989) yang dikutip oleh Slamet Achmad (2005) bahwa
keempat fungsi pimpinan tersebut saling terkait, fungsi pengorganisasian akan
melekat pada fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, ketiga fungsi
terakhir memerlukan pengelolaan pimpinan melalui pengorganisasian yang tepat
atau disebut dengan istilah proses manajemen strategis.
Maka berdasarkan model manajemen strategis pendidikan tersebut dapat
dihasilkan pula kepemimpinan partisipasif yang dapat di implementasikan dalam
kegiatan sekolah. Oleh karena itu, berdasarkan pendekatan manajemen strategis
akan diperoleh suatu landasan teoritis mengenai kompetensi Kepala Sekolah
berkenaan dengan kinerjanya. Adapun kinerja Kepala Sekolah yang dimaksud adalah
adanya suatu keharusan bagi Kepala sekolah agar mampu (1) menjabarkan visi
sekolah ke dalam misi target mutu dalam kepemimpinannya. (2) merumuskan tujuan
target mutu yang ingin dicapai sekolahnya. (3) bertanggung jawab dalam membuat
keputusan anggaran sekolah (4) mampu menciptakan sebuah pembaharuan dalam
manajemen pendidikan. (5) melakukan komunikasi dalam menciptakan dukungan
intensif dari orang tua siswa dan masyarakat serta instansi lain. (6)
menciptakan keterlibatan guru, orang tua dan anggota masyarakat yang lain dalam
pengambilan keputusan penting sekolah (7) menciptakan lingkungan pembelajaran
yang bagi siswa (8) bertanggung jawab atas perencanaan partisipasif mengenai
pelaksanaan kurikulum. (9) menganalisis kekuatan dan kelemahan yang ada dalam
sekolahnya. (10) membuat rencana strategi dan program pelaksanaan dan
peningkatan mutu sekolah. (11) merumuskan program supervisi sekolah.
Dari kondisi yang telah dipaparkan, kepemimpinan Kepala Sekolah yang kuat
dan mampu mengembangkan semua potensi sekolah yang ada dapat berfungsi secara
optimal merupakan kondisi yang perlu mendapat perhatian yang serius.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang
metode-metode penelitian, ilmu tentang alat-alat dalam penelitian. Metode
penelitian mengandung prosedur dan cara melaksanakan verifikasi data yang
diperlukan untuk memecahkan atau menjawab masalah penelitian, peranan
metodologi penelitian dalam upaya menghimpun data yang diperlukan dalam
penelitian. Dengan kata lain, metodologi penelitian akan memberikan
petunjuk bagaimana penelitian dilaksanakan.
Dari segi metodologik, penelitian ini merupakan jenis
penelitian kualitatif, yakni mendeskripsikan tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan keseluruhan pelaksanaan manajemen kepemimpinan kepala sekolah
dalam meningkatkan kinerja guru di SD Negeri Sekarjati 1 Kecamatan Karanganyar.
Untuk mencapai tujuan yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dan
diarahkan pada latar dan individu tersebut secara menyeluruh.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
berbagai informasi kualitatif tentang pelaksanaan manajemen kepemimpinan kepala
sekolah dalam meningkatkan kinerja guru di SD Negeri Sekarjati 01
B. Data dan Sumber data
Dalam penentuan sumber data ini terdapat dua buah data
antara lain:
1. Data Primer yaitu data yang sangat penting dalam penelitian yang
meliputi peran kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru.
2. Data Sekunder yaitu data yang
mendukung terhadap data primer.
Data
sekunder ini akan diperoleh dari kepala sekolah, guru/karyawan mengenai sejarah
singkat, letak geografis, keadaan guru dan karyawan, keadaan siswa, keadaan
sarana dan prasarana, kurikulum, sistem pendidikan dan pengembangan program.
C. Metode
Pengumpulan Data
Penelitian
ini merupakan penelitian lapangan (field research) untuk memperoleh data, maka
peneliti menggunakan metode sebagai berikut:
1. Metode Observasi
Observasi merupakan salah satu metode utama dalam
penelitian kualitatif. Secara umum observasi berarti pengamatan, penglihatan. Dan
dalam dunia penelitian, metode observasi diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.
Metode
ini digunakan untuk mengamati secara langsung tentang pelaksanaan manajemen
kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru di SD Negeri
Sekarjati 1 Kecamatan Karanganyar
2. Metode Interview (wawancara)
Metode
interview atau wawancara yaitu alat pengumpulan data atau informasi dengan cara
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.
Metode
ini digunakan untuk mendapatkan data tentang pelaksanaan manajemen kepemimpinan
kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru di SD Negeri Sekarjati 1
Kecamatan Karanganyar Dalam hal ini penults mengadakan wawancara langsung
dengan kepala sekolah dan beberapa guru di SD Negeri Sekarjati 1 Kecamatan
Karanganyar.
3.
Studi Dokumen
Metode
untuk mencapai data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan sebagainya.
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang tinjauan histories, misi dan
visi, kondisi guru dan siswa, struktur organisasi, dan data lainnya yang
berhubungan dengan SD Negeri Sekarjati 1 Kecamatan Karanganyar yang dibutuhkan
untuk melengkapi data penelitian ini.
D. Metode Analisis
Data
Menurut Patton, dalam buku metodologi penelitian
kualitatif analisis data adalah suatu proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.
Data yang terkumpul seperti catatan lapangan, gambar, dokumen dan sebagaimana
diorganisasikan, dikelola dan setelah menemukan tema, kemudian diangkat menjadi
substantive.
Analisis data dilakukan secara induktif, yakni berangkat
dari fakta¬fakta atau peristiwa-peristiwa yang bersifat empiris kemudian temuan
tersebut dipelajari dan dianalisis sehingga bisa dibuat satu kesimpulan dan
generalisasi yang bersifat umum. Dalam memberikan interpretasi data yang
diperoleh, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode
penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang
terjadi pada saat sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Psikologi
Dakwah, Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000).
Arikunto,
Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet 12 (Jakarta:
Rineka Cipta, 2004).
Bafadal, Ibrahim,
Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar dari Sentralisasi Menuju
Desentralisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006).
Bukhari, Al-Imam
Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn al-Mugirah ibn Bardizbah, Sahih
al-Bukhari, Juz. 3, (Beirut Libanon: Dar al-Fikr, 1410 H/1990 M).
DEPDIKNAS. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002).
al-Dimasyqî,
Ismâ'îl ibn Kasîr al-Qurasyî, Tafsîr al-Qur’an al-Azîm., juz 3, (Beirut: Dâr
al-Ma’rifah, 1978)
Effendy, Onong
Uchjana, Psikologi Manajemen, (Bandung: Alumni, 1985). Faizah dan Lalu Muchsin
Effendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006). Gerungan, W.A., Psikologi
Sosial, (Bandung: PT.al-Maarif, 1978).
Hadi, Sutrisno,
Metodologi Research, Jilid I (Yogyakarta: Andi Offset, 2001). Cet. 32.
Joewono, Heri,
Pokok-Pokok Kepemimpinan Abad 21, (Jakarta: Balai Pustaka 2002).
Karjadi.
Kepemimpinan (Leadership), (Bogor: Politeia, 1981).
Manullang, M.,
Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: Balai Aksara, 1963). Mar'at, Pemimpin dan
Kepemimpinan, (Bandung: Ghalia Indonesia, 1983). Margono, S., Metodologi
Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000). Moekiyat, Kamus
Management, (Bandung: Alumni, 1980).
Moleong, Lexy J.,
Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000).
Muhajir, Noeng,
Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000).
Mulyasa, E.,
Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep. Strategi dan Implementasi, (Bandung: remaja
Rosdakarya, 2007).
Menjadi Kepala
Sekolah Profesional dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003).
Mulyono,
Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2008).
Purwanto, Ngalim,
Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002).
Purwadarminta,
WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982).
Shaleh, A.Rosyad,
Management Da'wah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976).
Siagian,
Harbangan, Manajemen Suatu Pengantar, (Semarang: Satya Wacana. 1993).
Siagian, Sondang
P., Filsafat Administrasi. (Jakarta: Gunung Agung, 1984). Soenarjo, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1993).
Sudjana, Nana dan
Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru, 1989).
Terry, George R.,
Principles of Management, (Richard D. Irwan, INC. Homewood, Irwm-Dorsey Limited
Georgetown, Ontario L7G 4B3, 1977).
Thoha, Miftah,
Kepemimpinan dalam Manajemen, (Jakarta: Raja frafindo Persada, 1995).
Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998).
Wahjosumidjo,
Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2008).
Zainuddin,
Muhadi, dan Abd. Mustaqim, Studi Kepemimpinan Islam Telaah Normatif &
Historis, (Semarang: Putra Mediatama Press, 2005).