Contoh Proposal PTK: Penerapan Probing Prompting dengan Media Kartu Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Materi Proklamasi Kemerdekaan Siswa Kelas VIA SDN Citrodiwangsan 02 Lumajang
Proposal PTK (Penelitian Tindakan Kelas) adalah proposal yang dibuat oleh peneliti untuk mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan di dalam kelas dengan melakukan PTK guna memperbaiki pembelajaran pada kelas yang diteliti dan meningkatkan proses belajar mengajar siswa pada kelas tertentu. Namun tidak semua kelas yang hendak di lakukan PTK, seperti halnya tadi hanya kelas kelas tertentu, misal kelas yang dianggap bermasalah, atau poses blajar mengajar kelas tersebut tidak optimal atau terdapat masalah lainnya.
Contoh Proposal PTK: Penerapan Probing Prompting dengan Media Kartu Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Materi Proklamasi Kemerdekaan Siswa Kelas VIA SDN Citrodiwangsan 02 Lumajang |
Unsur PTK
Dalam Penelitian Tindakan Kelas ada beberapa unsur yang terkandung di dalamnya yang sangat khas yaitu sebagai berikut:
1. PTK di laksanakan oleh pendidik yaitu guru/pengajar, apa bila dalam kelas tersebut terdapat masalah
2. PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dilakukan bahwa memang benar masalah yang di hadapi oleh guru pada kelas tersebut
3. PTK memang harus didakan karena masih banyak proses pembelajaran yang harus dimaksimalkan oleh pendidik/guru.
Contoh Proposal PTK
Berikut ini adalah Contoh Proposal PTK yang berjudul Penerapan Probing Prompting dengan Media Kartu Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Materi Proklamasi Kemerdekaan Siswa Kelas VIA SDN Citrodiwangsan 02 Lumajang. Contoh Proposal dibawah ini hanya bersifat petikan. Untuk versi lengkap atas Laporan PTK dengan judul diatas silakan Download Contoh Proposal PTK.
………………………………………………………………………..
Penerapan Probing Prompting dengan Media Kartu Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Materi Proklamasi Kemerdekaan Siswa Kelas VIA SDN Citrodiwangsan 02 Lumajang
B. LATAR BELAKANG DAN IDENTIFIKASI MASALAH
Mata pelajaran IPS memiliki cakupan materi yang luas. Hal ini berakibat pada beban belajar siswa tinggi, sehingga berimplikasi pada kurang tertariknya siswa terhadap mata pelajaran IPS. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran seringkali guru menekankan pada hafalan konsep dan fakta, sehingga kemampuan berpikir siswa terlalu dibatasi. Faktor lain yang menjadi kendala adalah penggunaan pembelajaran konvensional. Pembelajaran yang dilakukan berpusat pada guru, sedangkan siswa hanya berperan sebagai objek pembelajaran, siswa hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru tanpa diberi kesempatan berpendapat.
Keadaan siswa yang pasif mengakibatkan mereka belum menguasai konsep bahasan IPS sehingga berpengaruh pada hasil ulangan harian mata pelajaran IPS semester ganjil tahun pelajaran 2018/2019. Hasil ulangan harian IPS yang diperoleh siswa menunjukkan bahwa sebagian besar siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Indikator dari kegagalan tersebut dapat dilihat dari banyaknya siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM. Dari 38 siswa, diketahui sebanyak 5 siswa (13, 16%) mendapat nilai 90, 6 siswa (15,79%) mendapat nilai 85, 2 siswa (5,26%) mendapat nilai 75, 20 siswa (52,63%) mendapat nilai 65, dan 5 siswa (13,16%) mendapat nilai 50. KKM yang ditetapkan adalah 70. Jadi, ada 25 (65,79%) siswa yang nilainya < KKM.
Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu adanya inovasi dari guru dalam menerapkan model pembelajaran IPS di SD Negeri Citrodiwangsan 02 Lumajang. Model pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran, kondisi siswa dan lingkungan sekolah. Model pembelajaran yang diterapkan, yaitu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa, menerapkan komunikasi multi arah, menyenangkan, dan efektif dalam pembelajaran. Salah hsatu model yang bisa diterapkan adalah model Probing Prompting.
Model Probing Prompting sebelumnya belum pernah digunakan guru dalam pembelajaran di sekolah yang digunakan untuk penelitian. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian apakah Probing Prompting efektif diterapkan dalam pembelajaran IPS. Pemilihan dan penerapan model pembelajaran yang tepat oleh guru akan membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan komunikasi siswa. Hal tersebut disebabkan karena setiap individu memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Pemilihan model pembelajaran dilakukan oleh guru dengan cermat agar sesuai dengan materi yang akan disampaikan, sehingga siswa dapat memahami dengan jelas setiap materi yang disampaikan. Akhirnya, siswa akan mampu mengikuti proses belajar mengajar dengan lebih optimal dan mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Dengan keberagaman gaya belajar siswa, tentu guru harus memperhatikannya agar setiap siswa dapat terkontrol dengan baik dan siswa mudah mengkomunikasikan ide-ide mereka.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba untuk mengadakan penelitian dengan judul ”Penerapan Probing Prompting dengan Media Kartu Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Materi Proklamasi Kemerdekaan Siswa Kelas VIA SDN Citrodiwangsan 02 Lumajang”.
C. RUMUSAN DAN PEMECAHAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan probing prompting dan media kartu dapat meningkatkan keaktifan siswa Kelas VIA SDN Citrodiwangsan 02 Lumajang pada pembelajaran IPS materi proklamasi kemerdekaan?
2. Bagaimanakah penerapan probing prompting dan media kartu dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas VIA SDN Citrodiwangsan 02 Lumajang pada pembelajaran IPS materi proklamasi kemerdekaan?
Salah satu alternatif model pembelajaran yang bisa digunakan adalah model Probing Prompting. Model Probing Prompting erat kaitannya dengan pertanyaan. Probing Question adalah “pertanyaanyang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban yang lebih lanjut dari siswa yang bermaksud mengembangkan kualitas jawaban, sehingga jawaban berikutnya lebih jelas, akurat serta lebih beralasan” sedangkan Prompting Question, pertanyaan ini bermaksud untuk “menuntun siswa agar ia dapat menemukan jawaban yang lebih benar”. Teknik bertanya ini bersifat menggali jawaban siswa sehingga didapat jawaban yang lebih lanjut dari siswa tersebut. Dengan model Probing Prompting Question, guru lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih menggali jawabannya serta lebih meningkatkan atau menyempurnakan jawaban siswa mengenai pertanyaan sebelumnya.Pada model pembelajaran ini, guru membimbing siswa untuk meningkatkan rasa ingin tahu, menumbuhkan kepercayaan diri serta melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-idenya. Model Probing Prompting merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam menerapkan model Probing Prompting, guru menyajikan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing siswa untuk mengaitkan pemahaman yang dimiliki dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selain itu, siswa juga dituntut untuk fokus dan konsentrasi terhadap pembelajaran, karena sewaktu-waktu siswa mendapatkan giliran untuk menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh guru. Pertanyaan yang disampaikan guru kepada siswa, selain untuk menggali pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran, juga sebagai sarana interaksi antara guru dan siswa. Komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa perlu dilakukan untuk menjaga keaktifan dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
Penerapan Porbing prompting dengan media kartu berhasil meningkatkan keaktifan siswa jika ≥75 % siswa aktif dalam pembelajaran dan berhasil meningkatkan hasil belajar siswa jika siswa yang tuntas belajar (memenui KKM) >85 % siswa.
D. TUJUAN
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk :
1. Mendeskripsikan bagaimana penerapan probing prompting dan media kartu dapat meningkatkan keaktifan siswa Kelas VIA SDN Citrodiwangsan 02 Lumajang pada pembelajaran IPS materi proklamasi kemerdekaan.
2. Mendeskripsikan bagaimana penerapan probing prompting dan media kartu dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas VIA SDN Citrodiwangsan 02 Lumajang pada pembelajaran IPS materi proklamasi kemerdekaan.
E. MANFAAT
1. Maanfaat Teoritis
Memperluas wawasan peneliti tentang pemahaman probing prompting dalam pembelajaran.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan profesional para guru.
F. KAJIAN PUSTAKA
1. Model Pembelajaran Probing Prompting
Uno dan Mohamad (2012) menjelaskan bahwa suatu pembelajaran dikatakan aktif jika dalam pembelajaran tersebut terdapat kegiatan yang menuntut keaktifan siswa. Kegiatan siswa dalam pembelajaran aktif yaitu: (1) Pembelajaran berpusat pada siswa; (2) Berkaitan dengan kehidupan nyata; (3) Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi; (4) Melayani karakteristik siswa yang beragam; (5) Terjadi komunikasi multi arah; (6) Menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar dan mempermudah siswa belajar; (7) Guru memantau proses belajar siswa dan memberikan umpan balik terhadap hasil belajar siswa. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengaktifkan siswa, salah satunya yaitu dengan memberikan pertanyaan.
Menurut Huda (2014), Probing Prompting berasal dari kata probing dan prompting. Probing diartikan sebagai penyelidikan dan pemeriksaan, sedangkan prompting berarti mendorong atau menuntun. Jadi, yang dimaksud model pembelajaran Probing Prompting adalah pembelajaran yang dilakukan dengan pemberian pertanyaan-pertanyaan dari guru, yang sifatnya menuntun dan mengarahkan siswa untuk melakukan proses berpikir, dengan menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa, dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.
Menurut Sudarti (dalam Miftahul Huda 2013: 282) terdapat 7 tahapan model probing prompting, yaitu: 1) Menghadapkan siswa pada situasi baru melalui gambar atau teks yang memiliki permasalahan, 2) waktu tunggu, 3) Mengajukan pertanyaan sesuai tujuan pembelajaran, 4) Waktu tunggu 5) Konfirmasi jawaban, 6) Tanggapan jawaban dan 7) Mengajukan pertanyaan akhir.
Model pembelajaran Probing Prompting berkaitan erat dengan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada siswa selama proses pembelajaran disebut probing question. Pertanyaan yang disampaikan kepada siswa, ditujukan untuk memotivasi dan memberikan isyarat kepada siswa dalam memahami serta menemukan jawaban dari permasalahan yang ada secara lebih mendalam. Jenis dan tingkat kesulitan pertanyaan disesuaikan dengan masing-masing siswa.
Proses kegiatan tanya jawab dalam pembelajaran, dilakukan dengan cara menunjuk siswa secara acak, sehingga setiap siswa mau tidak mau harus turut serta berpartisipasi aktif. Siswa setiap saat bisa ditunjuk untuk menjawab pertanyaan dari guru. Namun, ketika pembelajaran hanya asal menunjuk siswa untuk menjawab memungkinkan suasana pembelajaran menjadi tegang. Oleh karena itu, dalam menyampaikan pertanyaan perlu cara dan memperhatikan karakteristik masing-masing anak (Ngalimun 2014).
Pada saat guru menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan namun jawaban yang disampaikan kurang tepat, maka guru membimbing siswa tersebut dengan mengajukan kata kunci yang membimbing siswa untuk menemukan jawabannya. Ketika jawaban siswa benar, namun kurang lengkap, guru menanyakan kembali kepada siswa untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap. Kegiatan guru membimbing siswa menemukan pengetahuannya lewat pertanyaan disebut proses prompting. Pertanyaan yang sifatnya membimbing siswa dalam memecahkan suatu permasalahan sangat penting. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wicke (2013), bahwa pembelajaran matematika yang menggunakan prompting question atau pertanyaan yang dapat membimbing siswa dalam menjawab suatu persoalan, efektif membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Pertanyaan yang bersifat membimbing siswa sangat diperlukan untuk siswa memahami materi matematika yang bersifat konseptual.
Cara yang digunakan untuk mengefektifkan interaksi antara guru dan siswa, menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka (open-ended questions) digabungkan dengan pengajaran redirection atau pengulangan dalam mengarahkan siswa. Pertanyaan terbuka memungkinkan lebih dari satu jawaban yang benar. Pertanyaan deskriptif dan pertanyaan komparatif merupakan jenis pertanyaan terbuka yang mudah diajukan, dijawab dan melibatkan siswa secara aktif.
Pertimbangan lain yang perlu diperhatikan guru ketika menggunakan model pembelajaran ProbingPrompting yaitu waktu tunggu. Waktu tunggu adalah waktu yang disediakan guru kepada siswa setelah guru memberikan pertanyaan. Saat guru mengajukan suatu pertanyaan kepada siswa, tentu saja guru menginginkan siswa untuk berpikir. Oleh karena itu, perlu disediakan jeda waktu bagi siswa untuk mencari jawaban yang diharapkan guru. Lama atau tidaknya waktu tunggu yang diberikan, disesuaikan dengan tingkat kesulitan pertanyaan yang disampaikan oleh guru kepada siswa.
Langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran Probing Prompting menurut Huda (2014) yaitu:(1) Guru menghadapkan siswa pada situasi baru; (2) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa merumuskan jawaban baik individu maupun diskusi kelompok; (3) Guru mengajukan persoalan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus atau indikator kepada seluruh siswa; (4) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil; (5) Menunjuk siswa untuk mengemukakan jawaban; (6) Guru menyuruh siswa lain yang tidak menerima pertanyaan untuk menanggapi jawaban siswa; (7) Guru mengajukan pertanyaan akhir kepada siswa yang berbeda untuk mengetahui dan memastikan tujuan pembelajaran khusus atau indikator sudah dipahami siswa. Suatu model pembelajaran tentunya tidak dapat mengatasi semua aspek permasalahan pembelajaran.
2. Kelebihan Model Pembelajaran ProbingPrompting
Shoimin (2014) menjelaskan, kelebihan model pembelajaran probing prompting, yaitu mendorong siswa berpikir aktif, memberi kesempatan kepada siswa meminta penjelasan dari guru, perbedaan pendapat antarsiswa dapat diarahkan oleh guru, pertanyaan dapat memusatkan perhatian siswa, melatih keberanian siswa, komunikasi dapat terjadi multi arah, dan siswa dapat belajar mandiri.
Kelebihan yang terdapat pada model pembelajaran probing prompting, dapat dimaksimalkan dalam pembelajaran. Guru dapat memberikan dorongan pada siswa agar mau menyampaikan apa yang dia pikirkan, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan menyampaikan pendapat pada orang lain.
3. Kekurangan Model Pembelajaran Probing Prompting
Kekurangan model pembelajaran probing prompting menurut Shoimin (2014), yaitu jika jumlah siswa banyak membutuhkan waktu lama dalam proses pembelajaran, suasana kelas menjadi tegang, sulit membuat pertanyaan yang sesuai dengan kemampuan siswa, sulit merencanakan waktu secara tepat, dan dapat menghambat kemampuan berpikir siswa apabila guru kurang kompeten.
Kekurangan yang ada pada model pembelajaran Probing Prompting, dapat diminimalkan dengan pembawaan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Agar siswa tidak terlalu tegang, guru dapat mengantisipasi dengan memberikan candaan atau lelucon yang dapat mencairkan suasana kelas. Sedangkan untuk mengefektifkan waktu, guru dapat menyederhanakan model pembelajaran dengan memberlakukan kelompok satu tempat duduk, sehingga tidak harus seluruh siswa mendapatkan pertanyaan. Selain itu, agar pembelajaran dapat mencapai tujuan yang diinginkan, guru harus merencanakan pembelajaran dengan matang.
4. Media Pembelajaran
Menurut Hamdani (2011) media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran. Menurut Gerlach dan Ely (dalam Arsyad, 2014) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, maupun sikap.
Sementara itu, Gagne dan Briggs (dalam Arsyad, 2014) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku,tape recorder, kaset, video camere, video recorder, film, slide, foto, gambar,grafik, televisi, dan komputer. Media sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima.
Menurut Hamalik (dalam Arsyad, 2014:19) mengemukakan bahwa media pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan menurut Hamdani (2011), pemakaian media penting untuk meminimalisir munculnya penafsiran isi yang dituangkan dalam simbol-simbol komunikasi. Penggunaan media atau alat bantu disadari oleh banyak praktisi pendidikan sangat membantu aktivitas proses pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas, terutama membantu peningkatan prestasi belajar siswa.
Hamdani (2011) mengelompokkan media menjadi tiga, yaitu : Media Visual, Media Audio, dan Media Audiovisual. Pada penelitian ini, media yang digunakan penulis adalah media visual (media kartu). Menurut Hamdani (2011) media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indera penglihatan. Media visual terdiri atas media yang tidak dapat diproyeksikan dan media yang dapat diproyeksikan. Media yang dapat diproyeksikan berupa gambar diam atau gambar bergerak. Sedangkan media yang tidak dapat diproyeksikan adalah gambar yang disajikan secara fotografik, misalnya gambar tentang manusia, binatang, tempat, atau objek lainnya yang ada kaitannya dengan pelajaran yang akan disampaikan pada siswa.
5. Pembelajaran IPS
Menurut Susanto (2013), “IPS merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada siswa, khususnya di tingkat dasar dan menengah.”
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa IPS adalah suatu bidang studi yang di dalamnya membahas mengenai fenomena dan isu yang terjadi karena hubungan manusia dengan lingkungan fisik dan sosialnya. IPS masuk dalam mata pelajaran yang ada di tingkat dasar, yaitu SD dan SMP. Berkaitan dengan pembelajaran IPS, dalam mengimplementasikan IPS hendaknya berdasarkan realita dan kondisi sosial serta budaya yang ada di lingkungan siswa. Hal ini dimaksudkan agar apa yang dipelajari sesuai dengan kondisi yang ada dan melatih siswa untuk menelaah lingkungannya serta turut berperan serta di lingkungan tempat tinggalnya. Mata pelajaran IPS yang ada di sekolah dasar, tidak mencakup seluruh aspek disiplin ilmu yang ada pada kajian IPS, namun sebatas pada pembahasan materi dasar sejarah, geografi, dan ekonomi. Terdapat tiga hal pokok dimensi tujuan pembelajaran IPS di sekolah dasar menurut Susanto (2014), yaitu pengembangan kemampuan berpikir siswa, nilai dan etika, serta tanggung jawab dan partisipasi sosial bagi siswa. Ketiga aspek tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan pembelajaran IPS, sehingga dalam penerapannya tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan.
Susanto (2014) menjelaskan bahwa pendidikan IPS pada dasarnya memiliki tugas untuk membantu pembentukan pribadi siswa yang melek dan peduli terhadap kondisi masyarakat saat ini. Selain itu, siswa diharapkan mampu menerapkan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ada di lingkungannya secara kritis. Secara garis besar, tujuan pembelajaran yaitu: pengembangan kemampuan berpikir siswa, nilai dan etika, serta tanggung jawab, dan partisipasi sosial.
Berdasarkan tujuan IPS tersebut, IPS sangat penting diajarkan kepada siswa, khususnya siswa SD. Oleh karena itu,untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran IPS, perlu adanya pembelajaran yangtepat. Pemilihan strategi, teknik, pendekatan, dan model pembelajaran yang tepatmemengaruhi tercapainya tujuan tersebut. Kunci keberhasilan pembelajaran IPSterletak pada guru dalam memahami karakteristik siswa, lingkungan, dan materipembelajaran.
Pembelajaran IPS di SD bertujuan agar siswa berperan aktif dan positif dengan lingkungan lokal dan masyarakat luas. Peran yang dilakukan tentunya berkaitan dengan kegiatan siswa sehari-hari. Siswa dikenalkan dan dibimbing untuk menjadi masyarakat yang memiliki jiwa sosial dan berupaya ikut sertadalam memecahkan permasalahan sosial yang ada di lingkungan masyarakat.Siswa menjadikan lingkungannya sebagai sumber belajar baik untuk memperolehkemampuan intelektual, emosional, maupun keterampilan yang dibutuhkannyauntuk menunjang kehidupan di masa mendatang.
Adapun tujuan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada jenjang sekolah dasar adalah agar peserta didik mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2006).
Sebagian siswa menganggap mata pelajaran IPS sebagai mata pelajaran yang sulit dipahami sehingga siswa cenderung merasa bosan, jenuh dan malas untuk belajar, siswa kurang termotivasi karena menganggap mata pelajaran IPS merupakan mata pelajaran yang membutuhkan pemahaman konsep yang luas, bahwa IPS merupakan disiplin ilmu sosial yang tidak terpisah-pisah. Aktivitas siswa yang rendah tersebut dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa menuju peningkatan mutu pendidikan diperlukan strategi serta progam pembelajaran yang lebih efektif dan efisien, serta termasuk di dalamnya saranaprasarana belajar guna menunjang proses yang positif terhadap hasil belajar siswa. Media pembelajaran merupakanbagian integral dari proses pembelajaran, oleh sebab itu dalam pemilihan media harus melihat semua komponen dari perencanaan pembelajaran seperti tujuan, materi, pendekatan, dan metode, serta bentuk evaluasi termasuk tingkat perkembangan intelektual siswa (Umaedi, 2000).
Menurut Umaedi (2000), pemakaian media pada proses belajar mengajar sangat membantu siswa dalam memahami pesan dan informasi dari guru. Siswa akan lebih mudah membangun pemahaman melalui interaksi terhadap lingkungan sosialnya. Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar kelompok maupun diskusi.Penyampaian gagasan oleh siswa dapat mempertajam, memperdalam, memantapkan, atau menyempurnakan gagasan itu karena memperoleh tanggapandari siswa lain atau guru. Dengan demikian, proses pembelajaran akan lebih bermakna karena siswa dapat bersosialisasi, menghargai perbedaan (pendapat,sikap, kemampuan, prestasi) dan berlatih bekerja sama.
IPS merupakan mata pelajaran noneksak yang mengkaji tentang manusia danlingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial secara luas.Peran mata pelajaran IPS sangat penting dalam mengembangkan kualitassiswa. Mata pelajaran IPS diharapkan dapat menjadi sarana bagi siswa untukmengembangkan dan mengoptimalkan pengetahuan, dan keterampilan siswa,masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya, sehingga dapat berguna dalamkehidupan sehari-hari. Namun demikian, pelaksanaan pembelajaran IPS di SDseringkali dihadapkan pada permasalahan dan hambatan, sehingga berakibat padaterhambatnya pencapaian tujuan pembelajaran.
Melalui mata pelajaran IPS peserta didik diarahkan untuk menjadi warga negara Indonesia yang demokratis,bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Oleh karena itu, matapelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dankemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasukikehidupan bermasyarakat yang dinamis.Mata pelajaran IPS sendiri merupakan mata pelajaran yang diberikan pada siswa mulai dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar sampai dengan jenjangpendidikan Sekolah Menengah.
Menurut Hidayati (2008) hakikat IPS adalahtelaah tentang manusia dan dunianya.Taneo, dkk (2010) menjelaskan bahwa IPS adalah ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan daricabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya serta kemudian diolah berdasarkanprinsip pendidikan dan dikdaktik untuk dijadikan program pengajaran padatingkat persekolahan.IPS berusaha mengintegrasikan materi dari berbagai ilmusosial dengan menampilkan permasalahan sehari-hari masyarakat disekitarnya. IPS merupakan aspek penting dari ilmu-ilmu sosial yang dipilih dandiadaptasi untuk digunakan dalam pengajaran di sekolah.
6. Aktivitas Belajar
Menurut KBBI aktivitas mempunyai arti kegiatan. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Menurut Hamalik (2009) aktivitas belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran. Jadi, Aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan selama proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar.
Aktivitas belajar yang dimaksud lebih terfokus pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran maka akan tercipta situasi belajar aktif. Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, serta senang diberi tugas belajar.
Adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, karena masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuan mereka dengan semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan menghasilkan terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi belajar.
7. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar diperoleh siswa pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan dengan kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diajarkan. Menurut Dimyati dan Mujiono (2006) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dan dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Sedangkan Hamalik (2006) mengatakan bahwa bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Menurut Sudjana (1989) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa. Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, sosial ekonomi, fisik dan psikis, dan lain- lain. Sedangkan faktor dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, terutama kualitas pengajaran.
Menurut beberapa ahli, faktor- faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa cukup bervariasi, antara ahli yang satu dengan yang lainnya mengemukakan rumusan yang berbeda- beda, tergantung pada penekannya masing- masing.
Dengan menggunakan pendekatan sistem, Makmun (dalam Taufiq, dkk, 2011: 5.20) mengemukakan 3 faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa di sekolah yaitu faktor input, faktor proses, dan faktor output.
Faktor Input (masukan) meliputi masukan dasar yang menggambarkan kondisi individual siswa dengan segala karakteristik fisik dan psikis yang dimilikinya; masukan instrumental yang mencakup guru, kurikulum, materi dan metode, sarana, dan fasilitas; masukan lingkungan yang mencakup lingkungan fisik, geografis, sosial, dan lingkungan budaya.
Faktor proses menggambarkan bagaimana ketiga jenis input di atas saling berinteraksi satu sama lain terhadap aktivitas belajar siswa. Dalam pembelajaran, guru harus memperhatikan segala karakteristik siswa, sarana prasarana, materi dan metode yang digunakan dalamm pembelajaran, dan lingkungan sekitar siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal.
Faktor output adalah perubahan tingkah laku yang diharapkan terjadi pada anak setelah siswa melakukan aktivitas belajar. Setelah proses pembelajaran diharapkan siswa dapat mengembangkan gagasan, sikap, pengetahuan, apresiasi dan ketrampilan sesuai dengan standar kompetensi dan kurikulum SD yang telah ditetapkan.
Berbeda dengan rumusan di atas, Natawidjaja (dalam taufiq, 2011: 5.21) mengemukakan lima unsur yang mempengaruhi kegiatan belajar siswa di sekolah, yaitu: unsur tujuan, pribadi siswa, bahan pelajaran, perlakuan guru, dan fasilitas. Kegiatan belajar siswa merupakan perpaduan dari unsur- unsur tersebut. Keberhasilan belajar mungkin akan kurang, jika salah satu unsur itu tidak memadai keadaannya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, faktor- faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa di sekolah sulit dipisah- pisahkan satu sama lain karena semua unsur itu akan terintegrasi dalam interaksi pembelajaran. Faktor- faktor tersebut terdiri dari siswa, guru, sarana dan prasarana, serta lingkungan sekitar.
G. METODE PENELITIAN
1. Subyek, Tempat, dan Waktu Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas VIA SD Negeri Citrodiwangsan 02 Lumajang tahun pelajaran 2018/2019 yang berjumlah 38 siswa, laki laki 20 siswa dan perempuan 18 siswa.
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SD Negeri Citrodiwangsan 02 Kecamatan Lumajang Kabupaten Lumajang.
Waktu penelitian dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan November dan Desember.
2. Teknik dan Alat Pengumpul Data
a. Teknik pengumpul data: Observasi dan tes tulis.
b. Alat pengumpul data: Instrumen tes dan instrumen observasi.
3. Teknik analisis data
a. Keaktifan Siswa
Keaktifan siswa diukur dengan rubrik. Saat melakukan pengamatan, peneliti mencatat dan menganalisis hasil pengamatan. Setelah data dianalisis maka hasilnya dapat digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan penerapan model Probing Prompting untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
b. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar siswa diukur dengan menganalisis soal ulangan setiap pertemuan. Ulangan siswa dianalisis dengan melihat jumlah siswa yang tuntas belajar (memenuhi KKM) ≥ 85%
4. Langkah – langkah (Skenario ) PTK
· Perencanaan
Perencanaan merupakan langkah pertama yang harus kita lakukan dalam penelitian ini agar kegiatan yang kita lakukan terarah. Rencana akan menjadi acuan dalam melakukan tindakan. Perencanaan disusun penulis berdasarkan hasil analisis dan refleksi awal terhadap masalah-masalah dan alternatif pemecahan yang mungkin dilakukan penulis sebagai guru kelas VIA. Perencanaan terdiri dari:1.) Izin kepada kepala sekolah; 2.)Penyusunan langkah-langkah perbaikan pembelajaran yang akan dilakukan dalam hal ini adalah menyiapkan perangkat pembelajaran, yang terdiri dari: a. Rencana Pembelajaran (RPP); b. Alat dan bahan Pembelajaran; c.Lembar kegiatan siswa (LKS); d. Soal Evaluasi; 2.) Mempersiapkan instrumen penelitian, yang terdiri dari: a.) Lembar Pengamatan Aktifitas siswa; b.) Soal ulangan beserta kuncinya.
· Pelaksanaan
Pelaksanaan sebagai langkah yang kedua merupakan realisasi dari rencana yang kita buat. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut: a.)Guru mengadakan proses belajar mengajar sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, peneliti bertindak sebagai guru kelas; b.)Guru memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yangsebelumnya telah dirancang sesuai dengan tujuan pembelajaran apa yang akan dicapai. c)Guru memberikan waktu untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan tersebut kira-kira 1-15 detik sehingga siswa dapat merumuskan apa yang ditangkapnya dari pertanyaan tersebut. d)Setelah itu secara acak, guru memilih seorang siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut, sehingga semua siswa berkesempatan sama untuk dipilih. e)Jika jawaban yang diberikan siswa benar, maka pertanyaan yang sama juga dilontarkan kepada siswa lain untuk meyakinkan bahwa semua siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Namun, jika jawaban yang diberikan salah, maka diajukan pertanyaan susulan yang menuntut siswa berpikir ke arah pertanyaan yang awal tadi sehingga siswa bisa menjawab pertanyaan tadi dengan benar. Pertanyaan ini biasanya menuntut siswa untuk berpikir lebih tinggi, sifatnya menggali dan menuntun siswa sehingga semua informasi yang ada pada siswa akan membantunya menjawab pertanyaan awal. f) Meminta siswa lain untuk memberi contoh atau jawaban lain yang mendukung jawaban sebelumnya sehingga jawaban dari pertanyaan tersebut menjadi kompleks. g) Guru memberikan penguatan atau tambahan jawaban guna memastikan kepada siswa bahwa kompetensi yang diharapkan dari pembelajaran tersebut sudah tercapai dan mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam pembelajaran tersebut.
· Observasi
Kita perlu melakukan observasi/ pengamatan agar pelaksanaan pembelajaran yang kita lakukan dapat kita ketahui kualitasnya. Observasi dilaksanakan selama proses pelaksanaan pembelajaran dan rencana yang sudah dibuat serta dampaknya terhadap proses dan hasil instruksional dengan menggunakan alat bantu instrumen pengamatan berupa lembar observasi aktivitas siswa. Yang berperan sebagai observer di sini adalah saya sebagai guru kelas VIA. Berdasarkan observasi ini kita dapat menentukan hal- hal yang harus kita perbaiki agar dapat mencapai tujuan yang kita inginkan. Pada penelitian ini, peneliti melaksanakan observasi terhadap partisipasi aktif siswa dengan menggunakan lembar observasi siswa yang terdiri dari 4 indikator, yaitu1.) Siswa memahami pertanyaan dari guru.; 2.) Siswa menjawab pertanyaan dari guru; 3.) Siswa memberi tanggapan dengan baik; 4.) Siswa dapat menemukan pengetahuannya dari kegiatan Probing-Prompting. Siswa dikatakan berpartisipasi aktif jika ada ≥ 3 indikator yang tercapai, sedangkan siswa dikatakan berpartisipasi pasif jika hanya ada ≤ 2 indikator yang tercapai. Untuk lebih jelasnya lihat lampiran 4. Hasil observasi dianalisis dan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk refleksi.
· Refleksi
Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam suatu proses pembelajaran. Kegiatan ini merupakan umpan balik terhadap pelaksanaan pembelajaran. Peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari pelaksanaan perbaikan pembelajaran yang dilakukan berdasarkan lembar observasi. Pada akhir pertemuan siklus I siswa diberi post test. Hasil post test dan observasi dianalisis, kemudian disimpulkan. Simpulan ini digunakan sebagai bahan dasar untuk menyusun pelaksanaan pembelajaran berikutnya dalam suatu rencana tindakan pada siklus. Apabila jumlah siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) < 85 %, maka akan dilaksanakan siklus II yang juga terdiri dari 4 tahap, yaitu merencanakan, melakukan tindakan, observasi dan refleksi,hanya perlu penekanan pada aspek yang dirasa masih perlu perbaikan, dan begitu seterusnya sampai KKM terpenuhi.
Download Contoh Proposal PTK
Untuk unduh atau Download Contoh Proposal PTK ini secara lengkap silakan klik tautan dibawah ini:
Demikian Contoh Proposal PTK yang berjudul Penerapan Probing Prompting dengan Media Kartu Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS Materi Proklamasi Kemerdekaan Siswa Kelas VIA SDN Citrodiwangsan 02 Lumajang semoga dapat sobat unduh atau Download semoga bermanfaat.
Artikel Menarik Lainnya